Pixel Codejatimnow.com

Jenang Khas Ponorogo, Alternatif Oleh-Oleh dari Kota Reog

 Reporter : Erwin Yohanes Mita Kusuma
Sri Harijati menunjukkan produk jenangnya./Foto: Mita Kusuma.
Sri Harijati menunjukkan produk jenangnya./Foto: Mita Kusuma.

jatimnow.com - Tidak hanya sate ayam, namun juga ada jenang yang menjadi oleh-oleh khas Ponorogo. Jenang bisa jadi alternatif buah tangan bagi para perantau untuk memperkenalkan makanan khas bumi reog.

Makanan yang berasal dari olahan beras dan ketan ini memang sudah lekat dengan masyarakat Ponorogo. Banyak produsen jenang yang didapati di kota reog ini.

Salah satunya, terletak di Jalan Wibisono, Kecamatan Ponorogo. Di situ ada satu sentra pembuatan jenang legendaris dengan merek dagang Teguh Raharjo.

Pemilik, Sri Harijati menjelaskan setiap detail produk buatannya, ada jenang ketan dan beras. Juga ada pula jenis baru yakni jenang kentang, waluh (labu kuning), mangga, nanas, sirsat, pisang, coklat kurma dan krasikan.

"Untuk yang jenang kenyang, waluh, mangga dan sejenisnya harga Rp 17.500. Kalau wajik Rp 30.000," terangnya.

Ia mengaku, untuk wajik diharga Rp 30.000 dengan berat 3 ons memang lebih mahal. Karena mengolahnya juga lebih lama dan rumit.

Sejak awal Ramadan lalu, Sri mengaku bisa menjual 5000 pak jenang dan wajik dalam satu hari. “Kalau hari biasa biasanya 500-1000 pak sehari, ini berkah Ramadan, jenang laris manis,” terang dia.

Setidaknya Sri mampu meraup omzet Rp 525 juta selama bulan Ramadan. “Biasanya puncaknya saat arus mudik dan balik, karena banyak warga luar kota datang kesini untuk beli oleh-oleh,” jelas dia.

Paling banyak diminati, lanjut Sri, adalah jenang jenis coklat kurma, nanas dan mangga. “Biasanya yang rasa buah selalu diminati, tapi yang lain juga ada peminatnya,” imbuh dia.

Sri menambahkan produk buatannya mampu bertahan hingga 6 bulan lamanya. Meski tanpa diberi pengawet, jenang dan wajik buatannya memang mampu tahan lama. “Kalau proses memasaknya benar dan matang bisa tahan lama,” ujar dia.

Baca juga:
DPC PDIP Ponorogo Belum Buka Pendaftaran Bacabup, Tunggu Aba-aba dari Pusat?

Sementara untuk nama Teguh Raharjo diambil dari nama sang suami, karena saat itu suaminya memiliki usaha toko kelontong di pasar. Ia menjelaskan, baru memberanikan diri membuka usaha jenang sekitar tahun 1982.

Waktu itu baru memproduksi tiga hingga lima kilogram beras dan ketan. Itu pun hanya mempekerjakan dua orang untuk membuat tepung dan memarut kelapa.

Ternyata, lanjut ia, rintisan usahanya terus menggeliat. Dua tahun sejak berdiri, pada 1984 dia memiliki empat tenaga kerja. Kemudian pada 1986, usahanya mulai mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Tidak hanya sampai di situ. Pada sekitar 1990, pemerintah mengajaknya studi banding ke Kudus dan Klaten di Jawa Tengah serta Garut di Jawa Barat dalam rangka menimba ilmu.

"Dari sanalah saya mulai mengenal aneka macam jenang atau dodol yang bukan hanya terbuat dari beras dan ketan. Ada dodol kentang, nanas, mangga, pisang dan banyak lagi," tandas dia.

Saat ini, Sri memiliki sekitar 40 orang pekerja yang beraktivitas. Sebagian besar perempuan.

Baca juga:
Ini Kronologi Kejadian Pelaku Curanmor di Ponorogo yang Kepergok Warga

Ada dua orang laki-laki mengupas kelapa dan seorang laki-laki melakukan pencatatan-pencatatan produk. Sebagian besar pekerja melakukan pengemasan.

Beberapa orang berada di dapur dan belakang dapur. Ada yang melakukan proses produksi dan sebagian lagi memeras kelapa untuk membuat santan.

Menariknya, jika dulu proses pengadukan jenang dengan menggunakan tenaga manusia. Kini Sri berinovasi dengan membuat mikser yang terpasang di atas penggorengan jenang.

“Selain lebih mudah pun juga lebih praktis jika menggunakan mikser,” kata dia.

Reporter: Mita Kusuma
Editor: Erwin Yohanes