Pemkot Surabaya Tidak Bisa Sendirian Tangani Covid-19

Senin, 04 Mei 2020 12:45 WIB
Reporter :
Jajeli Rois
Balai Kota Surabaya

jatimnow.com - Jumlah pasien terkonfirmasi positif Virus Corona (Covid-19) di Jawa Timur mencapai 1.114 orang hingga Minggu (3/5/2020). Dari jumlah itu, 554 pasien tercatat dari Kota Surabaya.

Penanganan klaster baru penyebaran Covid-19 di pabrik rokok PT HM Sampeoerna Kali Rungkut, Surabaya sempat membuat Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya adu statement.

Pengamat Kesehatan dr Ivan Rovian mengatakan, Surabaya memang bisa membuat speechless bila tidak benar dan tepat treatmennya.

Baca juga: Muncul Lagi Subvarian Omicron Baru BA.2.75

"Untuk masalah penanganan percepatan Covid-19 di Surabaya masih jauh dari harapan masyarakat Surabaya. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah kasus ODP (orang dalam pemantauan), pasien dalam pengawasan (PDP), pasien positif dan kasus meninggal," ujar dr Ivan, Senin (4/5/2020).

Dokter alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) ini menilai, kondisi Surabaya akan terus memburuk bila tiga faktor tidak segera diperhatikan oleh Tim Gugus Tugas Covid-19 Kota Surabaya.

"Ada tiga faktor yang harus segera diperhatikan dan ditindaklanjuti oleh Pemkot Surabaya," tuturnya.

Pertama, pengendalian pergerakan orang mulai dari warga Surabaya dan daerah sekitarnya seperti Gerbang Kertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Bila perlu diterapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total.

Kedua surveilans aktif, sehingga tracing kontak kasus bisa dilakukan. Ketiga, menambah kapasitas ruang isolasi di rumah sakit dan ruang karantina sebagai penguatan rumah sakit-rumah sakit di Surabaya.

Pengamat Kesehatan, dr Ivan Rovian

"Untuk bisa dilaksanakan ketiga faktor tersebut memang Pemkot Surabaya tidak bisa jalan sendirian, tetapi dibutuhkan kerjasama stakeholder baik secara vertikal maupun horizontal untuk mengatasinya," papar dr Ivan.

"Sehingga jalan satu-satunya adalah Pemkot Surabaya harus terbuka dalam segala hal. Apakah terkait informasi, koordinasi ataupun teknis lapangan kepada siapapun pihak yang terkait," tambahnya.

dr Ivan menyakini bahwa di Surabaya berlimpah akan sumber daya manusia (SDM) yang ahli di bidangnya sampai awam ahli, termasuk sumber materinya.

"Akan tetapi semua akan menjadi sia-sia jika salah manajemennya. Seperti mutiara dalam lumpur," ungkapnya.

Posisi Surabaya yang strategis dilihat dari kaca mata ekososdikbud (ekonomi, sosial, pendidikan, budaya) tentu menjadi penentu keberhasilan nasional dalam penanganan bencana Covid-19.

"Ketahanan kesehatan yang semakin lemah tentu bisa mengoyak dan merusak semuanya. Untuk itu dibutuhkan intervensi kesehatan masyarakat di Surabaya dan di kondisi seperti inilah dibutuhkan seni kepemimpinan yang sifatnya paripurna, tentu berbasis ilmiah bukannya empirik atau testimonial," terangnya.

Ia menambahkan, perlu peran serta dari masyarakat agar wabah Covid-19 ini segera berakhir dengan disiplin. Tidak panik tapi meningkatkan kewaspadaan serta mematuhi anjuran dari pemerintah seperti menjaga jarak, cuci tangan dengan air mengalir, membersihkan tangan dengan menggunakan hand sanitizer, mengenakan masker, tidak keluar rumah jika tidak ada keperluan yang sangat urgen dan keluar rumah juga mengenakan masker.

"Saya rasa PSBB diperketat sampai dengan karantina wilayah dibutuhkan bila kedisiplinan warga sangat lemah," tegasnya.

dr Ivan juga menyoroti persoalaan lain yang tidak kalah penting yaitu masalah data. Karena hal itu menyangkut keterbukaan informasi publik, baik OTG (orang tanpa gejala), ODP, PDP, pasien terkonfirmasi positif sampai dengan kasus kematian karena Covid-19.

Baca juga: Kasus Positif Covid-19 di Indonesia Naik Hingga 620 Persen

Angka kematian itu, lanjutnya, jelas berbasis fasilitas kesehatan dari rumah sakit rujukan Covid-19, di mana PDP yang meninggal tidak masuk.

\

"Angka konfirmasi kita tidak menggambarkan kasus harian yang terjadi. Akan tetapi lebih menggambarkan kemampuan laboratorium kita memeriksa spesimen," ucapnya.

Dia menerangkan, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya sekitar 8 sampai 10 hari, bahkan bisa lebih.

"Kenapa waktunya lama, karena reagen ekstraksi RNA terbatas. Jumlah (lab) laboratorium kita secara nasional informasinya ada 87, tetapi yang berfungsi hanya 48 lab," tuturnya.

Walaupun yang berfungsi 48 lab karena bisa saja terjadi ada hambatan di faktor SDM-nya kurang, sehingga kemampuan untuk memeriksa di kisaran 2.000 sampai 2.500 spesimen per hari.

"Jadi wajar, kalo laporan kasus harian kita akan berkisar antara 260 (14%×2000) sampai dengan 430 (14% x 3000), di mana angka 14 persen adalah proporsi positif dari spesimen yang diperiksa," tambah dr Ivan.

"Jika hari itu mampunya kita memeriksa 5.000 spesimen, maka laporan kasus akan 700-an. Namun jika kita hanya mampu periksa 1.000-an maka kasus yang dilaporkan akan 140-an," tuturnya.

Jika kasus terkonfirmasi positif Covid-19 itu menurun, bisa jadi adalah bias.

"Jadi ketika kita merasa kasus menurun adalah bias, padahal yang dilaporkan tidak menggambarkan situasi transmisi penularan hari kemarin, namun hanya semata-mata kemampuan pemeriksaan spesimen di lab kita," terangnya.

Baca juga: Ini Penjelasan Pakar Virologi Mengenai Virus Corona Varian Lambda

dr Ivan menegaskan, pemerintah bukannya tidak mampu untuk membeli reagen, akan tetapi memang saat ini seluruh dunia butuh reagen yang sama.

"Jadi antre untuk mendapatkan reagen," katanya.

Ia menilai, jumlah laboratorium tetap harus ditambah, apalagi Kota Surabaya jumlah penduduknya 2,9 juta jiwa, terbanyak se Jatim.

"Di mana pemkot lebih banyak mengandalkan Rumah Sakit Unair sebagai pusat rujukannya. Padahal masih ada Rumah Sakit dr Soetomo di bawah pemprov yang bisa diajak bahu-membahu," ungkapnya.

Ia menerangkan, saat ini se Indonesia yang terdata hanya ada 48 lab dengan spesifikasi biosafety level 2, termasuk yang ada di Surabaya ada Rumah Sakit Unair dan RSU dr Soetomo.

"Sehingga keterlibatan bahu-membahu antar stakeholder terkait, baik yang vertikal dan horizontal sangat dibutuhkan," katanya.

dr Ivan menegaskan, kunci keberhasilan percepatan penanganan Covid-19 adalah pada pola kerja tim yang bagus dan selalu bahu-membahu secara vertikal maupun horizontal.

"Hanya tinggal mau atau tidaknya saja hal itu dilakukan. Tapi dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, semua itu hukumnya menjadi wajib untuk dilakukan," tegasnya.

"Sekali lagi bahwa permasalahan mendasar yang dialami Surabaya adalah pemkot belum bisa terbuka, sehingga masalah-masalah baru dikhawatirkan akan terus muncul akibat dampak dari pendemi yang tidak segera diatasi dengan kerja tim yang bagus," jelas dr Ivan.

Ikuti perkembangan berita terkini Jawa Timur dan sekitarya di Aplikasi jatimnow.com!
Berita Surabaya

Berita Terbaru
Tretan JatimNow

Terpopuler