Sampang - Program Si Kaya Berbagi (konservasi, pendidikan, budaya berbasis teknologi) cetusan Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) berhasil mengangkat citra dan perekonomian warga Desa Labuhan, Kecamatan Sepuluh, Kabupaten Bangkalan, Madura.
Dalam media visit 1 Desember 2021 lalu, Manager PHE WMO Field, Sapto Agus Sudarmanto menyebut, program yang diterapkan sejak Tahun 2017 itu dikembangkan melalui Program Taman Wisata Laut Labuhan di sisi barat dengan tujuan menjawab keseimbangan ekologi dan ekonomi.
Program ini juga merupakan program atas respon kerusakan lingkungan yang ada di Desa Labuhan, khususnya terkait terumbu karang ini adalah kelanjutan dari pengembangan Taman Pendidikan Mangrove pantai Labuhan sisi timur.
Baca juga: Momen Mensos RI dan Pj Gubernur Jatim Saling Puji di Hadapan Pilar Kessos
"Kesadaran masyarakat tentang pentingnya keberadaan mangrove dan terumbu karang semakin tinggi. Jika sebelum adanya program konservasi masyarakat cenderung abai dan lalai hingga terjadi kerusakan yang cukup parah, maka sejak adanya program tersebut mereka ikut berpartisipasi menjaga dan melakukan perbaikan," jelas Sapto, Selasa (21/12/2021).
Dijelaskan Sapto, penerapan program tersebut setelah dilakukan pemetaan pada tahun 2013 hingga 2014. Sementara pada saat itu juga ditemukan kerusakan lahan mangrove mencapai 17,5 hektar.
"Pada Tahun 2014 kami memulai untuk melakukan konservasi dengan menanam 17.000 bibit mangrove dan cemara laut di sisi timur. Dan hingga saat ini jumlah pohon mangrove dan cemara laut sudah mencapai 76.000 pohon," ungkapnya.
Hasilnya, pada Tahun 2015/2016, kondisi mangrove di pesisir Pantai Labuhan sudah mulai membaik dan PHE WMO melanjutkannya melalui program Si Kaya Berbagi di pantai Labuhan sisi Barat.
Dia mengungkapkan penerapan program Si Kaya Berbagi itu bertujuan untuk memperbaiki keanekaragaman hayati yang ada di dasar laut Bangkalan yang saat itu cukup luas.
Berdasarkan AMDAL PHE WMO Tahun 2013, di wilayah pesisir Kecamatan Sepuluh, menunjukkan hanya 5 sampai 39,02 persen tutupan karang hidup dan 31,74 sampai 51,08 persen tutupan karang mati.
Pada pengamatan terumbu karang tersebut juga diketahui bahwa presentase penutupan karang hidup di lokasi tersebut hanya mencapai 10-25 persen atau termasuk dalam kategori 'rusak'.
Kerusakan terumbu karang tentunya akan berdampak pada kecepatan abrasi pantai yang akan bertambah. Hal tersebut dikarenakan terumbu karang sendiri memiliki fungsi untuk memperkokoh ketahanan pantai dari ombak.
Dalam penerapan untuk memperbaiki terumbu karang yang rusak itu, dengan sistem melakukan penanaman terumbu karang dengan menggunakan kubah beton berongga yang salah satu bahannya berasal dari limbah casing protector kegiatan PHE WMO.
Baca juga: PHE WMO Serahkan 1.000 Paket Sembako pada Pj Bupati untuk Korban Banjir
"Kubah beton yang kita buat bersama para pegiat itu, lebih mudah tumbuh karena tidak mudah goyah oleh hempasan ombak, kubah ini juga berfungsi sebagai tempat tinggal ikan," jelasnya.
"Selain itu, karena mengandung kalsium, maka tingkat pertumbuhan fragmen karang juga lebih cepat. Jika di tempat lain pertumbuhannya hanya mencapai 12-14 cm per tahun, disini bisa mencapai 21 cm per tahun. Tingkat daya hidup terumbu karang juga semakin naik dari 25 persen menjadi 97 persen," imbuhnya.
Selanjutnya, sejak Tahun 2017 hingga sekarang, sudah ada sekitar 80 kubah beton yang terdiri dari 480 fragmen terumbu karang telah di tanam di Taman Wisata Laut Labuhan.
"Karang yang ditanam terdiri 4 jenis yaitu Acropora millepira, Acropora hyacinthus, Porites cylindrica dan Sinularia sp. Semua jenis karang tersebut berstatus Near Threatened (NT) menurut IUCN," bebernya.
Dari hasil penanam tersebut hasilnya, jumlah spesies ikan semakin banyak, jika sebelum konservasi jumlahnya hanya mencapai 8 spesies sekarang berkembang menjadi 36 spesies ikan.
Sementara Ketua Pokdarwis Payung Kuning, Mohammad Sahril menyebut, saat ini ada banyak spesies ikan yang bisa ditemukan di terumbu karang, ada ikan putihan yang nilai jualnya cukup tinggi, cumi-cumi dan rajungan. Hasil tangkapan ikan juga semakin banyak.
Baca juga: PHE WMO Kembangkan 2 Inovasi Baru, Tingkatkan Produksi Garam di Bangkalan
"Jenis ikannya banyak dan besar-besar. Masyarakat di sini kana ada cara mengambil ikannya dengan tardisional, dengan memancing. Nah, kalau memancing di karang itu, bisa dapat ikan putihan sampai 15 ekor. Satu ekor besarnya bisa mencapai 2-3 kilogram. Cumi juga banyak. Hasil tangkap yang menggunakan jaring juga semakin banyak, dulu sekali melaut mungkin hanya sekitar 10 kilogram, sekarang bisa sampai 25 kilogram," papar dia.
Sedangkan untuk Eco Edu Wisata TWL juga semakin bagus. Sejak dibuka Tahun 2019, masyarakat yang berkunjung semakin banyak. Walaupun sempat kembali ditutup karena pandemic, namun setelah dibuka kembali pada Mei 2021 mencapai 2.086 per bulan.
"September kembali turun karena PPKM menjadi 917 pengunjung dan di Oktober kembali naik menjadi 1.893 pengunjung. Hasil penjualan kios juga mulai membaik, sebelum pandemi bisa mencapai Rp 2 juta hingga Rp 3 juta, sekarang mencapai Rp 1,5 juta. Di akhir tahun ini juga sudah banyak yang booking, selain masyarakat umum, juga digunakan diklat, camping dan lainnya. Biasanya konsumsi kita pesankan kepada UMKM disini dan juga masyarakat sekitar. Hingga mereka ada pemasukan," ungkapny.
Selain itu, kelompok masyarakat ini juga telah berhasil mengolah biji mangrove menjadi kopi yang cukup nikmat yang memiliki nilai jual tinggi. Karena masih berdasarkan pemesanan, maka produksi masih belum banyak.
"Kalau potensinya, disini banyak karena kopi mangrove ini dihasilkan dari biji mangrove jenis avicennia yang cukup banyak disini, mencapai 2 hektar," tandas Sahril.