jatimnow.com - Pentingnya memiliki literasi memandu manusia dalam kemampuan membaca dan menulis. Ini adalah keterampilan mendasar yang memungkinkan untuk mengakses informasi, berkomunikasi secara efektif, dan berpartisipasi penuh dengan tengah lingkungan masyarakat. Lalu mengapa bisa terjadi krisis literasi pada masyarakat?
Karena budaya literasi mencakup berbagai kepercayaan, sikap, dan praktik yang terkait dengan membaca dan menulis, serta lembaga dan sistem sosial yang mendukung atau menghambat praktik-praktik ini. Dalam budaya literasi, membaca dan menulis tidak hanya dilihat sebagai keterampilan teknis, tetapi sebagai alat untuk pemberdayaan diri kepada masyarakat, dalam upaya perubahan sosial.
Budaya literasi dibentuk oleh berbagai faktor yakni kebijakan pendidikan, media dan teknologi, tradisi-budaya, dan norma-norma sosial. Hal ini dapat membantu mendorong inklusi sosial, meningkatkan peluang ekonomi, dan mendukung partisipasi demokratis.
Baca juga: Strategi Pengawasan Partisipatif Bawaslu Jember Libatkan Kelompok Masyarakat
Dalam laporan Pemantauan Pendidikan Global UNESCO tahun 2018, tingkat melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 95,5 persen, jauh lebih rendah daripada tingkat melek huruf rata-rata di negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan krisis literasi di Indonesia. Utamanya adalah kurangnya akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Ini terlepas dari komitmen pemerintah untuk mencapai pendidikan universal. Banyak anak, terutama yang tinggal di kawasan terpencil, tidak memiliki akses terhadap pendidikan yang berkualitas.
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019, sekitar 17,7 persen anak-anak di Indonesia tidak bersekolah, dan banyak dari mereka yang bersekolah tidak mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Alasan lain dari krisis literasi di Indonesia adalah kurangnya investasi dalam program literasi. Meskipun Indonesia telah membuat beberapa kemajuan dalam meningkatkan tingkat literasi, namun investasi yang dilakukan untuk program dan inisiatif literasi masih kurang.
Alokasi anggaran pemerintah untuk pendidikan belum cukup untuk mengatasi tantangan literasi di Indonesia. Selain itu, budaya membaca di Indonesia masih kurang. Banyak orang Indonesia, terutama yang tinggal di kawasan terpencil, tidak memiliki akses ke bahan bacaan, dan kurangnya perpustakaan umum atau toko buku di daerah-daerah ini.
Selain itu, kebiasaan membaca belum meluas dalam budaya Indonesia, karena banyak orang menganggap membaca sebagai tugas daripada kegiatan yang menyenangkan.
Krisis literasi di Indonesia memiliki implikasi yang serius bagi pembangunan sosial dan ekonomi negara. Kurangnya kemampuan literasi menghalangi seseorang untuk mengakses informasi dan berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat, yang dapat membatasi peluang ekonomi dan mobilitas sosial.
Untuk mengatasi krisis literasi di Indonesia, pemerintah perlu memprioritaskan investasi di bidang pendidikan dan program literasi, terutama di daerah pedesaan. Selain itu, mempromosikan budaya membaca dan menyediakan akses terhadap bahan bacaan sangat penting dalam meningkatkan tingkat literasi di Indonesia.
Baca juga: Tekan Buta Aksara, Dinas Pendidikan Jawa Timur Fokus Kuatkan Literasi
Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan beberapa inisiatif untuk mengatasi krisis literasi di Indonesia dan meningkatkan kemampuan literasi masyarakat. Salah satu inisiatif utama adalah Gerakan Literasi Nasional (GELINAS), yang bertujuan agar kemampuan membaca dan menulis masyarakat Indonesia terus meningkat.
Di bawah GELINAS, pemerintah telah meluncurkan beberapa program, termasuk pendirian taman-taman literasi dan promosi pojok baca di sekolah-sekolah dan tempat-tempat umum. Program ini juga mencakup distribusi buku-buku gratis ke sekolah-sekolah dan masyarakat, serta penyediaan pelatihan literasi bagi para guru.
Pemerintah juga telah meluncurkan program Indonesia Pintar, yang bertujuan untuk menyediakan akses ke literasi digital dan mempromosikan penggunaan teknologi untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Program ini mencakup penyediaan materi pembelajaran digital dan pelatihan bagi para guru untuk mengkombinasikan teknologi ke dalam proses belajar mengajar mereka.
Selain inisiatif pemerintah, berbagai organisasi masyarakat sipil dan LSM juga telah meluncurkan program literasi, terutama di daerah terpencil dan pedesaan. Program-program ini mencakup kelompok-kelompok membaca masyarakat, perpustakaan keliling, dan kamp literasi untuk anak-anak dan para remaja.
Untuk mengoptimalkan literasi masyarakat, pemerintah dan organisasi masyarakat sipil harus bekerja sama untuk mengatasi krisis literasi di Indonesia. Beberapa langkah utama termasuk memperluas akses terhadap pendidikan berkualitas, mempromosikan budaya membaca, dan menyediakan akses terhadap bahan bacaan, terutama di daerah pedesaan.
Baca juga: Hari Kunjung Perpustakaan 2023, Gubernur Khofifah: Ayo Perkaya Wawasan dan Pengetahuan
Selain itu, sangat penting untuk menyadari pentingnya pendidikan anak usia dini dalam mempromosikan literasi. Program literasi dini dapat membantu anak-anak meningkatkan potensi dalam membaca dan menulis sejak usia dini, yang dapat memberikan dampak signifikan terhadap prestasi akademis dan kesuksesan mereka secara keseluruhan dalam hidup.
Dari pembahasan serta opini yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa literasi adalah suatu hal yang sangat penting dan memainkan peran yang essensial dalam kehidupan manusia. Literasi tidak hanya seputar kemampuan membaca dan menulis saja, tetapi juga tentang kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan berpikir kritis.
Melalui literasi, seseorang dapat mengakses pengetahuan dan informasi, mengembangkan keterampilan, dan meningkatkan kesadaran akan hak-haknya sebagai warga negara. Namun, masih banyak tantangan dan hambatan yang menghalangi akses dan pemanfaatan literasi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Untuk itu perlu adanya upaya bersama dari semua pihak untuk mempromosikan literasi dan memberikan akses yang lebih luas terhadap literasi. Pendidikan harus menjadi prioritas utama, dan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan realitas masyarakat di berbagai wilayah. Dalam rangka mengatasi masalah literasi, perlu adanya upaya terpadu dan kolaboratif dari semua pihak, termasuk pemerintah, organisasi swasta, dan masyarakat. Dengan begitu, literasi dapat menjadi refleksi sistem pendidikan yang lebih baik dan adil.
Penulis adalah mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan Universitas Airlangga, Novi Nur Qomariya