KPAI Soroti Simbol Gerakan Radikal saat Karnaval Siswa di Probolinggo
Peristiwa Minggu, 19 Agu 2018 12:23 WIBjatimnow.com - Fenomena parade TK Kartika 5 Kota Probolinggo yang menggunakan cadar dan senjata mainan palsu pada Sabtu (18/8/2018) kemarin, membuat geram Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Ketua KPAI Susanto menyayangkan pihak sekolah menggunakan anak-anak yang masih polos sebagai propaganda gerakan radikal. Seharusnya perayaan seperti ini sesuai dengan khasanah budaya Indonesia.
"Seharusnya parade yang dilakukan kostumnya sesuai dengan adat istiadat dan khasanah budaya di Indonesia. Anak dapat salah paham terhadap simbolisasi idelogi menyimpang yang diberikan secara sengaja kepadanya," ujarnya.
Meskipun pihak sekolah berdalih tidak menanamkan paham radikalisme terhadap siswanya, namun penggunaan atribut tersebut tetap bahaya bagi sang anak.
Baca juga: Polisi Akui Foto Karnaval Kontroversial dari Probolinggo
Apapun simbol-simbol ideologi yang menyimpang tidak boleh diberikan kepada anak-anak.
"Simbolisasi kekerasan tak tepat diajarkan, ini tak boleh karena rentan anak lain meniru hal yang sama. Terutama cadar dan pakaian serba hitam sembari memegang senjata yang sering dikaitkan dengan simbol Taliban/Isis," ujarnya.
Pernyataan sekolah memberikan seragam jubah dan cadar hitam serta senjata mainan yang sudah tersedia di sekolah, menghemat biaya sewa kostum, justru membuat hal ini menimbulkan tanya publik, kenapa sekolah menyediakan seragam cadar dalam jumlah banyak.
"Pemakaian atribut cadar dan sejata dapat menjadi visualisasi yang kemudian akan terekam di memori anak. Hal ini dapat dianggap sebagai salah satu bentuk sosialisasi ajaran radikalisme melalui simbol-simbol paham tersebut dalam bentuk pakaian dan senjata," lanjutnya.
Mengingat bahayanya terhadap anak yang cukup besar, Susanto mengimbau masyarakat agar tidak menggunakan segala jenis simbolisasi paham radikal sebagai bahan lucu-lucuan.
"KPAI meminta banyak pihak khususnya mereka yang menjadi pendidik di sekolah PAUD, SD, SMP dan SMA untuk tidak menjadikan simbol gerakan radikal sebagai bahan lucu-lucuan dalam pertunjukan karnaval," harapnya.
Reporter: Arry Saputra
Editor: Erwin Yohanes