Tingkatkan Pengelolaan Lingkungan di Bangkalan, PHE WMO Kembali Raih Proper Emas
Ekonomi 9 jam yang lalujatimnow.com - Program Eco-edufarming dikembangkan di Desa Bandangdaja, Kecamatan Tanjungbumi, Kabupaten Bangkalan dengan melibatkan 28 anggota Kelompok Tani Bumi Sentosa Sejahtera (BSS). Hal itu merupakan inisiai dari PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).
Atas inovasi tersebut, PHE WMO bagian dari Zona 11 Regional Indonesia Timur, Subholding Upstream Pertamina kembali meraih Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Secara sosial, masyarakat Desa Bandangdaja belum menguasai pengetahuan dan keterampilan terkait dengan pengelolaan SDA. Sehingga banyak potensi desa yang belum optimal dimafaatkan. Hal tersebut juga membuat masyarakat Desa Bandangdaja lebih memilih merantau daripada hidup di desa.
Selain itu, volume limbah kotoran hewan di desa cukup tinggi. Masyarakatnya pun mengalami ketergantungan pasokan sayur dan buah dari luar pulau.
Ketua Kelompok Tani Bumi Sentosa Sejahtera Ahmad Marnawi mengakui selama ini banyak lahan pertanian di Bandangdaja yang kering dan tidak bisa dimanfaatkan. Warga jarang mengonsumsi sayur dan buah karena pasokan tersebut didatangkan dari Jawa membuat harga sayur dan buah mahal.
Warga juga mencoba beternak sapi, namun saat kemarau, tak mudah bagi mereka untuk mencari pakan ternak. Kekeringan lahan membuat petani tidak sejahtera dan ini berdampak pada sektor pendidikan.
Hasilnya, PHE WMO mengubah kemustahilan menjadi keniscayaan. Program ini berhasil meningkatkan produktivitas 6,7 hektare lahan kering dan memanfaatkan 95,8 ton limbah ternak untuk pupuk organik, serta lebih dari 6 ton cocopeat per tahun dimanfaatkan untuk membantu penghematan air dengan menggunakan sistem pertanian regeneratif berbasis teknologi tepat guna.
Manager WMO Field, M Basuki Rakhmad mengatakan perusahaan juga memperkenalkan alat soil nutrient sensor kepada warga untuk mengukur kandungan nutrisi penting dalam tanah seperti nitrogren, fosfor dan juga kalium. Alat ini membantu petani untuk menyesuaikan pengaplikasian pupuk agar tanaman mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Penggunaan sensor dapat memastikan tanaman petani tumbuh dengan optimal dan hasil panen yang lebih baik dengan tingkat keberhasilan 99,3 persen.
Petani juga diperkenalkan dengan metode rain harvesting, yakni melakukan proses pengumpulan dan penyimpanan air hujan untuk digunakan di kemudian hari, serta menerapkan Atmosfering Harvesting, yang merupakan teknologi untuk mengumpulkan air dari kelembaban udara.
"Kami melalui Eco Edufarming mendiseminasi pengetahuan tentang pembuatan pupuk kompos, pupuk organik cair (POC), mikro organisme lokal (MOL), silase, dan olahan produk pertanian lainnya," ujar Basuki, Selasa (25/2/2025).
Salah satu warga, Marnawi mengatakan, PHE WMO tak hanya berhasil memanfaatkan cadangan air yang surplus sebesar 44 juta meter kubik per tahun di Ketapang, namun juga menciptakan kesadaran petani untuk menerapkan sistem pertanian hemat air dan organik.
Alhasil mereka berhasil menanam tanaman holtikultura di lahan kering seperti cabai, tomat, semangka, melon, kangkung, dan lain-lain dengan sistem intensifikasi tanaman satu lubang dua tanaman.
"Setelah mengenal PHE WMO, masyarakat memperoleh angin segar. Kami diajari bertani secara organik dan menggunakan teknologi tepat guna," ungkapnya.
Terpisah, General Manager Zona 11 Zulfikar Akbar mengatakan, saat ini lebih dari 30 kelompok yang mereplikasi program Eco Edufarming dan lebih dari 140 petani mengakses pengetahuan tentang metode pertanian organik. Selain itu, lebih dari 60 sekolah melalukan kunjungan studi di demplot Eco Edufarming.
"Kami berharap program PHE WMO tidak hanya berguna terhadap penerima manfaat. Lebih dari itu, program yang kami prakarsai diharapkan bisa memberikan multiplier effect memberikan kemanfaatan bagi masyarakat luas," pungkasnya.