Pixel Code jatimnow.com

DP3APPKB Surabaya Perkuat Kepemimpinan Perempuan lewat Literasi Politik

Politik 8 jam yang lalu
Kegiatan peningkatan pengetahuan dan literasi politik yang digelar DP3APPKB Kota Surabaya. (Foto: Endang Pergiwati/jatimnow.com)
Kegiatan peningkatan pengetahuan dan literasi politik yang digelar DP3APPKB Kota Surabaya. (Foto: Endang Pergiwati/jatimnow.com)

jatimnow.com - Keterwakilan perempuan secara nasional dalam DPRD Kota Surabaya melalui Pemilu 2024 lalu masih berada pada angka 20 persen. Angka ini menurut pakar ilmu politik masih harus didorong dengan literasi politik maupun kaderisasi organisasi.

Angka keterwakilan perempuan dalam DPRD Kota Surabaya tersebut memang bisa dikatakan mencapai belum mewakili suara perempuan di Kota Surabaya, karena jumlah penduduk perempuan sebanding dengan jumlah penduduk laki-laki atau sama banyak, berdasarkan statistik 2024.

Namun menurut pakar ilmu politik sekaligus dosen pengajar di Universitas Airlangga Surabaya, Irfa'i Afham, yang perlu dilakukan adalah adanya kaderisasi perempuan terlebih dahulu.

"Sebelum bicara keterwakilan perempuan dalam politik, kita harus melihat kondisi yang banyak terjadi bahwa perempuan yang mau berorganisasi masih terbatas. Sementara lingkungan sekitar bisa jadi juga tidak mendukung atau bahkan menghalang-halangi," papar Irfa'i Afham dalam diskusi bertema Mengatasi Hambatan Sosial dan Budaya terhadap Partisipasi Perempuan dalam Politik dan Kepemimpinan yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya, di Mall Pelayanan Publik Pemkot Surabaya, Jumat (25/4/2025).

Hal inilah yang perlu terus didorong dengan literasi politik atau kaderisasi, baik partai politik atau organisasi, tambahnya.

"Lebih terfokus lagi dengan kaderisasi perempuan, karena memang diperlukan kebijakan afirmatif agar wanita bisa terlibat dalam organisasi dan kepemimpinan politik," tegasnya.

Setelah terlibat dalam organisasi atau partai politik, perempuan juga harus bisa menjadi representasi dari kepentingan pihak yang diwakili.

"Seorang yang terkenal tidak serta merta bisa menjadi pemimpin. Karena itu, perlu diarahkan pada organisasi, baru kemudian pada proses politik. Minimal mereka bisa mewakili diri sendiri sebagai perempuan, lebih jauh lagi pada kepemimpinan politik," ujar dosen muda ini.

Dalam berpolitik yang baik, lanjut Irfa'i Afham, idealnya memang harus berorganisasi dulu, sehingga memiliki akar organisasi yang kuat, akar dengan komunitas atau masyarakatnya, sebelum bergabung dalam partai politik. Meski bisa pula berjalan beriringan, aktivitas dalam partai politik sambil memperkuat akar.

"Ini agar ada keseimbangan antara kepentingan perempuan, kritik perempuan atas kebijakan pemerintah yang dipandang kurang tepat, dengan berbagai aspirasi dan harapannya,"

Tak hanya itu, dalam proses berpolitik, diharapkan kepemimpinan perempuan dapat mengambil porsi yang subtantif.

"Jadi jangan hanya sekedar pemimpin perempuan, namun yang tidak membawa suara perempuan, namun seharusnya secara subtantif terikat dengan massa perempuan yang diwakili," tutupnya.