Pixel Code jatimnow.com

Ancaman Umrah Mandiri Tanpa Regulasi Ketat

Nasional 13 jam yang lalu
Sejumlah jemaah Umrah bersiap terbang ke tanah suci dari Bandara Juanda, beberapa waktu lalu. Foto: Ali Masduki/JatimNow.com
Sejumlah jemaah Umrah bersiap terbang ke tanah suci dari Bandara Juanda, beberapa waktu lalu. Foto: Ali Masduki/JatimNow.com

jatimnow.com -  Wacana legalisasi umrah mandiri yang tengah digulirkan dalam revisi RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah menuai pro dan kontra. 

Meskipun menawarkan kemudahan dan fleksibilitas bagi jemaah, sejumlah kalangan, termasuk Ulul Albab, Ketua Bidang Litbang DPP AMPHURI, menyoroti potensi risiko yang signifikan jika regulasi yang ketat tidak diterapkan.

"Bayangkan seorang jemaah lansia yang pertama kali pergi umrah secara mandiri," ujarnya. 

"Mereka mengurus visa sendiri, memesan hotel melalui aplikasi, dan berharap ibadah berjalan lancar. Namun, setibanya di Mekkah, hotelnya penuh, mereka tersesat, dan tak ada yang bisa dimintai bantuan.  Ini adalah gambaran nyata potensi bahaya umrah mandiri tanpa pengawasan yang memadai," lanjutnya.

Kekhawatiran Ulul Albab bukan tanpa alasan.  Ia menjabarkan sejumlah potensi masalah yang dapat muncul jika umrah mandiri dilegalkan tanpa aturan yang komprehensif:

Pertama, pengawasan yang longgar. Ketiadaan pengawasan dari Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) resmi berpotensi menimbulkan masalah layanan, kualitas akomodasi yang buruk, ketidakpastian transportasi, dan yang paling penting,  kehilangan tanggung jawab jika terjadi insiden.

Kedua, kurangnya bimbingan ibadah: Umrah bukan sekadar wisata religi.  Tanpa pembimbing yang berpengalaman, jemaah berisiko melakukan ibadah yang tidak sah, misalnya thawaf atau sa'i yang keliru.

Ketiga, rentan penipuan. Praktik penipuan online, seperti agen visa palsu dan calo hotel, semakin marak.  Jemaah mandiri sangat rentan menjadi korban tanpa perlindungan institusional.

Keempat, kesulitan pelacakan.  Sistem Siskohat dan Siskopatuh yang digunakan untuk validasi data, pengawasan visa, dan pelacakan jemaah saat darurat, tidak akan menjangkau jemaah mandiri.  Ini akan mempersulit pencarian jika terjadi kehilangan atau keadaan darurat.

Kelima, dampak negatif bagi PPIU. Legalisasi umrah mandiri dapat mengancam keberlangsungan PPIU resmi dan berpotensi menimbulkan monopoli jika negara atau BUMN menjadi operator tunggal sistem.

Keenam yakni diskriminasi perlindungan. Draft RUU saat ini hanya menjamin perlindungan, asuransi, dan pendampingan hukum bagi jemaah yang menggunakan PPIU.  Hal ini menciptakan diskriminasi bagi jemaah mandiri.

Selanjutnya ketujuh beban tambahan bagi perwakilan RI di Saudi. Konsulat Jenderal RI di Arab Saudi akan kewalahan menangani masalah jemaah mandiri karena minimnya data dan informasi.

Kemudian juga hancurnya ekosistem umrah. Sistem umrah yang terintegrasi, mulai dari manasik hingga perlindungan, akan terganggu jika umrah mandiri dibiarkan tanpa kontrol.

"Kita bukan anti-kemajuan," tegas Ulul Albab.

Menurutnya digitalisasi dan platformisasi penting, tapi harus diimbangi dengan perlindungan yang kuat bagi jemaah. 

"Legalisasi umrah mandiri perlu dikaji secara matang agar tidak merugikan jemaah dan merusak ekosistem umrah yang telah tertata," tuturnya.

Untuk itu Ulul menegaskan perlunya regulasi yang komprehensif untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan jemaah, serta mencegah potensi penyalahgunaan sistem.