BGN Usul Pendidikan Gizi Masuk Kurikulum, Begini Tanggapan Pakar Unair
Wiyata 14 jam yang lalujatimnow.com - Badan Gizi Nasional (BGN) kembali mengusulkan agar pendidikan gizi diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah.
Usulan tersebut rupanya disambut baik oleh pakar gizi, namun mendapat penolakan dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Perdebatan ini menyoroti urgensi literasi gizi dalam membentuk generasi sehat dan produktif.
BGN menilai pentingnya pendidikan gizi sejak dini untuk mengatasi masalah gizi buruk dan penyakit metabolik di masa depan.
Namun, penolakan dari Kemendikdasmen atas usulan tersebut menimbulkan pertanyaan tentang komitmen pemerintah dalam mengatasi masalah gizi di Indonesia.
Pakar gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (UNAIR), Lailatul Muniroh, mendukung penuh usulan BGN. Ia bilang, mengajarkan anak tentang nutrisi sejak dini sangat penting.
"Mereka perlu memahami pentingnya gizi seimbang dan dampak kekurangan zat gizi makro maupun mikro," tuturnya.
Muniroh menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini berjalan tidak cukup efektif tanpa adanya pemahaman tentang gizi seimbang. MBG hanya memberikan makanan, tetapi tidak memberikan edukasi.
"Anak-anak perlu tahu mengapa mereka harus makan makanan sehat, bukan hanya apa yang harus mereka makan," ucapnya.
Ia menyarankan agar pendidikan gizi diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran. "Konsepnya pendidikan kontekstual," kata Muniroh.
Menurutnya gizi bisa diintegrasikan ke dalam pelajaran IPA, Bahasa Indonesia, bahkan Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK).
Sebagai contoh, pelajaran IPA bisa membahas makronutrien, Bahasa Indonesia bisa membahas narasi literasi pangan, dan PJOK bisa melibatkan proyek penyusunan menu sehat dan pengamatan kantin sekolah.
Lebih lanjut, Muniroh menekankan pentingnya pendidikan gizi sebagai life skill. "Pendidikan gizi harus mendekatkan anak pada kesadaran pangan dan gaya hidup preventif," tambahnya.
"Ini investasi jangka panjang. Jika kita abai hari ini, anak-anak akan membayar mahal di masa depan," sambungnya.
Muniroh juga menekankan pentingnya sinergi antara sektor pendidikan, kesehatan, dan keluarga dalam mewujudkan kurikulum berbasis gizi.
Hal ini membutuhkan kesiapan guru, kurikulum yang kontekstual, dan kebijakan yang adaptif terhadap kondisi lokal.
Ke depan, diperlukan komitmen bersama dari berbagai pihak untuk mewujudkan pendidikan gizi yang terintegrasi dan efektif.