Mata Air Nguri Tulungagung Terancam Plastik, Brand Audit Ungkap Pencemar Utama
Peristiwa 4 jam yang lalujatimnow.com - Aksi bersih-bersih dan brand audit yang diinisiasi oleh ECOTON di Mata Air Nguri, Tulungagung, mengungkap ancaman serius terhadap sumber kehidupan warga ini. Tumpukan sampah plastik sekali pakai mencemari air dan berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat.
Komunitas dan mahasiswa dari berbagai organisasi seperti ECOTON, ALWI (Aliansi Gunung Wilis), Pokdarwis Sukoharjo, Aliansi Mahasiswa Pelindung Tulungagung, Bawana Mapala UNISBA Blitar, Kismapala, PMII UIN Satu, dan Mapala Himalaya UIN Satu Tulungagung, bergerak bersama membersihkan kawasan sumber air pada Minggu, 14 September 2025. Aksi ini sekaligus mencatat timbulan sampah dari berbagai merek.
Setelah dilakukan pengumpulan dan audit sampah, teridentifikasi beberapa merek sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di Mata Air Nguri.
Hasilnya menunjukkan bahwa Wings mendominasi dengan 459 kemasan, diikuti oleh Unilever dengan 170 kemasan. Merek lain yang juga ditemukan adalah Siantar Top (11 kemasan), Mayora (9 kemasan), PNG (31 kemasan), Garuda Food (11 kemasan), Le Minerale (5 kemasan), serta sampah tidak bermerek sebanyak 145 kemasan
Plastik sekali pakai yang menumpuk tidak hanya merusak keindahan dan kelestarian lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat. Jika sumber mata air tercemar, mikroplastik berpotensi masuk ke tubuh manusia melalui air minum. Penelitian terbaru menunjukkan mikroplastik dapat ditemukan dalam organ manusia dan memicu berbagai penyakit serius.
Muhammad Afif dari Bawana Mapala UNISBA Blitar menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat. "Kesadaran masyarakat sangat penting. Edukasi soal bahaya plastik sekali pakai harus diperkuat. Apa yang kita buang, itu yang kita makan," ujarnya saat ditemui di lokasi.
Dodik dari Pokdarwis Sukoharjo menambahkan, bahwa perusahaan yang menjual kemasan sekali pakai juga harus ikut bertanggung jawab menjaga kualitas mata air. "Sampah mereka nyata menyumbang kerusakan lingkungan," tegasnya.
Sementara Jofan Ahmad dari ECOTON menyatakan bahwa gerakan ini penting dilakukan secara rutin untuk mengetahui sumber timbulan sampah dan merancang solusi yang tepat sasaran.
"Masyarakat perlu mengubah pola konsumsi agar sampah berkurang," katanya.
Nabila, Ketua Umum Mapala Himalaya UIN Satu Tulungagung, menuntut pertanggungjawaban perusahaan top polluter.
"Kami menuntut pertanggungjawaban perusahaan *top polluter*. Jika mereka diam, artinya mereka menikmati perusakan rumah kita: alam," tegasnya.
Aliansi Pelindung Tulungagung berkomitmen untuk terus memantau kualitas lingkungan dan mata air di wilayahnya. Mereka menyerukan agar perusahaan penghasil sampah plastik tidak lagi lepas tangan, melainkan mengambil tanggung jawab penuh atas dampak produk mereka.