Limbah Jagung Jadi Solusi Penebangan Liar Hutan Meru Betiri
Ekonomi 4 jam yang lalujatimnow.com - Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna, menghadapi ancaman serius akibat perambahan hutan dan illegal logging. Namun, secercah harapan muncul berkat inovasi pemanfaatan limbah bonggol jagung sebagai media budidaya jamur, yang membantu mantan pelaku illegal logging beralih profesi dan menjaga kelestarian hutan.
Indonesia, sebagai negara dengan mega-biodiversitas terbesar kedua di dunia, memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi keanekaragaman hayatinya. TNMB, dengan luas lebih dari 52 ribu hektar, merupakan habitat penting bagi 602 spesies flora dan 514 spesies fauna, termasuk spesies kunci seperti penyu, elang jawa, macan tutul, banteng jawa, dan Rafflesia zollingeriana.
Ironisnya, kawasan konservasi ini terus mengalami tekanan akibat pembukaan lahan ilegal. Kantor TNMB berupaya mengatasi masalah ini dengan berbagai pendekatan, termasuk pendekatan preemtif dengan mengajak pelaku illegal logging untuk bertobat dan beralih profesi.
Anton (55 tahun), adalah salah satu contoh sukses mantan pelaku illegal logging yang telah bertobat. Sejak 2021, ia memutuskan untuk berhenti dari aktivitas ilegalnya dan menyerahkan chainsaw miliknya ke Kantor TNMB.
"Saya ingin mencari nafkah dengan tenang dan jauh dari was-was," ujarnya.
Bersama rekan-rekannya, Anton kemudian diwadahi dalam Kelompok Masyarakat (Pokmas) Pelita Berkarya Mandiri, yang berlokasi di Desa Sanenrejo, Jember. Mereka diarahkan untuk beralih profesi menjadi pembudidaya jamur.
Namun, alih profesi ini tidaklah mudah. Biaya baglog, input utama dalam budidaya jamur yang umumnya berbahan serbuk gergaji kayu, mencapai 5 juta per siklus produksi (3 bulan). Dengan omzet hanya sekitar 7,6 juta per siklus, keuntungan yang diperoleh sangat tipis, hanya sekitar 2,7 juta atau 900 ribu per bulan.
Peneliti konservasi dari Universitas Jember (Unej), Ihsannudin, mengungkapkan bahwa mantan pelaku illegal logging membutuhkan penghasilan minimal 100 ribu - 200 ribu per hari agar tidak kembali melakukan aktivitas ilegal.
"Tuntutan ekonomi menjadi faktor determinan utama terjadinya illegal logging," terangnya.
Merespons kondisi ini, sekelompok dosen Unej berinisiatif memanfaatkan limbah bonggol jagung sebagai inovasi pengganti media baglog jamur. Lenny Luthfiyah, penggagas inovasi ini, menjelaskan bahwa Sanenrejo menghasilkan 566,4 ton jagung per tahun, yang berarti ada 3,7 juta limbah bonggol jagung yang dapat dimanfaatkan.
"Dengan sentuhan inovasi teknologi, limbah bonggol jagung dapat diperoleh secara gratis untuk dijadikan baglog jamur pengganti serbuk kayu," terangnya.
Secara ilmiah, bonggol jagung terbukti mampu memicu pertumbuhan miselium jamur tiram dengan baik. Anton mengakui bahwa penggunaan bonggol jagung telah mampu menumbuhkan jamur seperti penggunaan serbuk gergaji sebelumnya.
"Enak kalau gini, lebih irit untuk biaya baglog," ujarnya riang.
Kepala Balai TNMB, RM. Wiewid Widodo, menyambut baik inovasi ini. Menurutnya, penggunaan bonggol jagung memberikan efisiensi biaya budidaya jamur yang berujung pada peningkatan pendapatan bagi para mantan pelaku illegal logging.
"Upaya ini tentu akan mengurangi penggunaan kayu, yang relatif berpotensi mengakibatkan tekanan terhadap kawasan hutan TNMB," imbuhnya.
Inovasi bonggol jagung sebagai media baglog budidaya jamur diharapkan dapat diadopsi secara konsisten guna mendukung pertaubatan para mantan pelaku illegal logging dan mewujudkan harmoni ekologi-ekonomi.