Pixel Code jatimnow.com

Unitomo Rancang Perlindungan Hukum Remaja Pengguna PayLater, Regulasi Mendesak!

Wiyata 8 jam yang lalu
Focus Group Discussion (FGD) untuk mengumpulkan data dari responden remaja di kota besar seperti Malang, Surabaya, dan Madiun. (Foto/Humas Unitomo)
Focus Group Discussion (FGD) untuk mengumpulkan data dari responden remaja di kota besar seperti Malang, Surabaya, dan Madiun. (Foto/Humas Unitomo)

jatimnow.com - Tim peneliti dari Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya berhasil meraih Hibah Penelitian Fundamental Reguler Tahun Pendanaan 2025 dari Kemendiktisaintek untuk meneliti perlindungan hukum bagi remaja pengguna PayLater.

Penelitian itu mengungkap perlunya regulasi khusus dan peningkatan literasi keuangan untuk melindungi kelompok rentan ini dari risiko finansial.

Penelitian yang diketuai oleh Sri Astutik tersebut mengangkat topik aktual tentang “Formulasi Perlindungan Hukum Atas Risiko Penggunaan PayLater Bagi Remaja.” Tim peneliti menggunakan metode kuisioner, wawancara, netnografi, dan Focus Group Discussion (FGD) untuk mengumpulkan data dari responden remaja di kota besar seperti Malang, Surabaya, dan Madiun.

Hasil survei menunjukkan bahwa 90,5% remaja mengetahui layanan PayLater, namun sebagian besar belum memahami secara mendalam ketentuan hukum maupun risiko finansialnya. Transaksi PayLater cenderung digunakan untuk kebutuhan konsumtif seperti belanja dan makanan dengan nominal kecil.

"Tujuan utama penelitian ini adalah merumuskan perlindungan hukum yang tepat bagi remaja pengguna PayLater, karena mereka merupakan kelompok rentan yang sering kali belum memahami risiko bunga, denda, maupun penyalahgunaan data pribadi," ujar Sri Astutik.

Analisis netnografi juga menemukan masalah serius, mulai dari intimidasi penagihan, risiko data pribadi tersebar, hingga jebakan utang berlapis yang meningkatkan angka kredit macet.

Dalam FGD yang menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, muncul rekomendasi perlunya regulasi khusus, peningkatan edukasi literasi keuangan, serta sistem pengawasan yang lebih ketat.

Iwan Dewanto dari PT. Indonada Multi Finance menjelaskan bahwa batasan usia minimal 18 tahun dan penghasilan minimal Rp3 juta saja tidak cukup.

"Diperlukan sistem scoring dan verifikasi yang lebih ketat agar konsumen, khususnya remaja, tidak terjebak dalam transaksi utang konsumtif," tegasnya, Rabu (01/10/2025).

Dudik Jaja Sidarta, pakar hukum sekaligus akademisi Unitomo, menilai perlindungan hukum terhadap konsumen PayLater masih lemah.

"Konsumen berhadapan dengan mesin sehingga legal standing-nya dipertanyakan. OJK perlu membuat aturan yang lebih tegas, baik preventif maupun represif, agar konsumen tidak dirugikan," jelasnya.

Selanjutnya H. Edy Rudyanto, dari Yayasan Advokasi Lembaga Perlindungan Konsumen menegaskan pentingnya memahami kontrak sebelum menggunakan layanan PayLater.

"Banyak kasus yang kami tangani terkait gagal bayar dan penagihan tidak etis, padahal aturan sudah jelas melarang penyebaran data pribadi. Karena itu, remaja harus membaca perjanjian dengan cermat, memperkuat keamanan akun, serta segera mengambil tindakan bila terjadi gangguan," ungkapnya.

Faham Prasetyo, menambahkan bahwa bunga PayLater lebih tinggi karena hanya mengandalkan data dasar.

"Dalam perbankan ada scoring ketat untuk kredit, sedangkan PayLater hanya mengandalkan data dasar. Karena itu, bunga PayLater lebih tinggi, bahkan bisa mencapai 3,5% per bulan. Konsumen harus lebih bijak menggunakannya," ujarnya.

Di akhir laporan penelitian, Sri Astutik mengatakan perlunya sinergi antara pemerintah, penyedia layanan, sekolah, dan keluarga dalam mendukung literasi hukum dan finansial remaja.

"Kami berharap penelitian ini dapat menjadi masukan nyata bagi regulator dan penyedia layanan untuk menghadirkan perlindungan hukum yang lebih komprehensif," ungkapnya. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Kemendiktisaintek dan LPPM Unitomo atas dukungan terhadap penelitian ini.