Mengenal Tradisi Roan di Ponpes Lirboyo Kediri: Kikis Ego, Khidmah kepada Guru
Time Out 3 jam yang lalujatimnow.com - Tradisi roan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri memiliki peran penting dalam membentuk karakter santri. Tradisi kerja bakti yang mengiringi berdirinya salah satu pondok pesantren tertua di Indonesia itu tidak hanya sekadar membersihkan lingkungan pondok, tetapi juga menjadi sarana pendidikan nilai-nilai sosial dan spiritual yang esensial bagi para santri.
Pesantren memiliki posisi tersendiri dalam dunia pendidikan. Ia merupakan fondasi pendidikan karakter bangsa. Dengan pendidikan akhlak, pesantren mampu mencetak pribadi yang berbudi luhur, intelektual, santun, serta mampu berinteraksi dengan berbagai kalangan. Tidak sedikit tokoh penting Indonesia lahir dari lingkungan pesantren.
Hal ini menunjukkan bahwa peran aktif santri sangat dibutuhkan. Santri bukan hanya peserta didik, melainkan juga tangan panjang para kiai, khususnya dalam menyebarkan syiar Islam.
Melansir laman resmi Pondok Pesantren Lirboyo, tradisi ini dilakukan setiap hari oleh tim kebersihan pondok/madrasah dan Mahasantri semester 3–6. Sedangkan untuk siswa Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien tingkat I’dadiyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, hingga Aliyah, kegiatan roan wajib dilaksanakan setiap Jumat pagi.
Dengan melakukan roan bersama, santri belajar bersosialisasi, bekerja sama, dan menjaga lingkungan pesantren agar tetap bersih dan asri.
Di kalangan santri Lirboyo, tradisi roan sudah begitu melekat. Sejak lama tiap angkatan yang menjelang kelulusan membentuk tim roan dan menamainya dengan sebutan-sebutan unik nan menggelitik. Belakangan, bukan hanya siswa tingkat akhir yang bersemangat, bahkan santri sejak kelas I Aliyah sudah membentuk tim roan lengkap dengan namanya.
Yang paling menarik adalah saat diadakan roan untuk mengecor gedung pondok atau madrasah. Ribuan santri berbondong-bondong hadir dengan penuh semangat, bahkan berekspresi lewat dandanan yang nyentrik dan tak biasa. Ada yang berdandan ala politikus dengan jas dan dasi bekas, lengkap dengan kacamata hitam, dan berbagai gaya unik lainnya.
Alih-alih malu, penampilan aneh-aneh tersebut justru membuat tim ro’an semakin kompak dan bersemangat. Meski begitu, pakaian yang dikenakan tetap harus sesuai syariat (syar’an wa ‘adatan). Bahkan santri yang biasanya serius dan alim bisa berubah menjadi humoris ketika mengikuti roan.
Bagi santri Lirboyo, roan identik dengan momen kelulusan. Ada yang mengatakan belum afdol menjadi tamatan jika belum mengikuti roan, meskipun adik-adik kelas juga kerap ikut serta.
Nilai Pendidikan dalam Roan
1. Melatih Kerja Sama dan Mengikis Ego
Dalam roan, santri belajar menekan ego pribadi dan lebih mengedepankan kerja sama. Hal ini menumbuhkan kemampuan teamwork sekaligus menghindarkan mereka dari sifat individualis.
Ro’an juga mengajarkan pentingnya menerima perbedaan. Latar belakang suku, bahasa, maupun profesi orang tua tidak lagi menjadi sekat. Semua melebur dalam harmoni gotong royong. Inilah pendidikan pluralisme yang membentuk generasi toleran, jauh dari sikap menghakimi dan intoleran.
Seperti ditegaskan dalam Al-Qur’an (Surat Yunus ayat 99), keberagaman adalah keniscayaan. Tradisi ro’an di pesantren menjadi wujud nyata nilai tersebut.
2. Berkhidmah kepada Guru dan Kiai
Roan juga merupakan bentuk khidmah (pengabdian) kepada para guru dan kiai. Sebagaimana dawuh Abuya as-Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliki al-Hasani:
“ .”
Melekatnya ilmu diperoleh dengan banyak belajar, keberkahannya dengan berkhidmah, dan manfaatnya dengan ridha guru.
Bentuk khidmah ini bisa dilakukan dengan tenaga (bin nafs), seperti membersihkan pondok atau membantu pembangunan.
Beberapa dawuh masyayikh Lirboyo menegaskan pentingnya khidmah, di antaranya:
• KH. A. Idris Marzuqi:
“Aku lebih senang santri yang tidak pintar tapi mau khidmah, daripada santri pintar tapi enggan khidmah.”
• KH. Abdul Aziz Manshur:
“Berkhidmahlah di mana pun Allah menempatkanmu.”
• KH. M. Anwar Manshur:
“Kalau sudah selesai makan, piringnya dicuci.” (Maknanya: selesaikan tugas dengan khidmah).
KH. Reza Ahmad Zahid Imam, pengasuh Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah Lirboyo, dalam laman resmi itu juga menegaskan bahwa para guru di pesantren dengan ikhlas mengorbankan waktu dan tenaga demi mentransfer ilmu. Karena itu, santri selayaknya membalas dengan berkhidmah.
Roan adalah warisan pendidikan pesantren yang patut dijaga: membentuk generasi berakhlak, mandiri, dan siap berperan dalam kehidupan bermasyarakat.melalui industri batik,” pungkas Zainul.