jatimnow.com - Di tangan Muhamad Rofiq, warga Desa Lemahbang Dewo, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, kulit ular disulap menjadi produk fashion berkelas seperti tas dan dompet bernilai tinggi. Bahkan karyanya sudah menembus Pasar Asia dan Eropa.
Rofiq merintis usaha kulit reptil ini berawal saat dirinya tinggal di Bali, tahun 2009 silam. Saat itu, dia membuat kerajinan tas dari kulit lembu, domba dan kambing. Baru pada tahun 2010, dia mulai mencoba menggunakan kulit ular.
"Tahun 2010 itu juga, saya bertemu dengan Pak Anas (Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas). Beliau waktu itu spontan mengajak saya untuk membuka usaha di kampung halaman saya, Banyuwangi," tutur Rofiq, Jumat (31/5/2019).
Baca juga: 5 Fakta Bocah 7 Tahun di Banyuwangi Ditemukan Tewas, Diduga Diperkosa
Ajakan Bupati Anas itu akhirnya baru terealisasi pada tahun 2013 saat Rofiq mantap memindahkan usahanya ke Banyuwangi.
"Selain memang kangen pulang kampung, saya juga ingin membuka lapangan kerja untuk orang-orang Banyuwangi," terangnya.
Bisnisnya terus berkembang dengan angka permintaan yang semakin bertambah setiap tahunnya. Kemudian tas kulit ular juga telah masuk pasar ekspor, seperti ke Korea Selatan hingga ke Rusia.
Rofiq mengaku punya alasan kuat mengapa menekuni bisnis fashion dengan bahan kulit ular. Sebab menurutnya, menggunakan kulit ular akan memberikan kesan lebih eksklusif.
"Pasarnya jelas, kelas menengah atas," tambahnya.
Rofiq mengungkapkan bila ia mendapat pasokan kulit mentah ular dari pengepul asal Pulau Sumatera dan Kalimantan yang telah mengantongi izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Baca juga: ASMOPSS ke-14 Digelar di Banyuwangi, Diikuti 136 Peserta
"Kita ambil kulitnya itu dari tempat yang legal. Pengepul kami sudah mengantongi Surat Tangkap Dalam Negeri," tegas Rofiq.
Untuk kerajinan tasnya, Rofiq khusus menggunakan bahan baku dari kulit ular jenis Phyton Repticula dan Phyton Dismay dari hutan di wilayah Sumatra dan Kalimantan. Selain karena motif kulitnya cantik, dua jenis ular tersebut bisa tumbuh sangat besar hingga panjangnya mencapai 7 meter.
"Kalau ularnya besar, kulitnya pasti lebar jadi mudah dibikin apa saja. Makanya saya lebih suka dua jenis ini. Selain itu, motifnya memang paling disukai dibandingkan motif kulit cobra," jelasnya.
Penggunaan kulit ular sebagai bahan baku pembuatan tas memiliki nilai jual tinggi.
"Kalau untuk tas dari harga Rp 800 ribu hingga Rp 3 juta, travelling bag Rp 3-5 juta. Tergantung ukuran dan tingkat kerumitannya. Sedangkan dompet dari harga Rp 250 ribu sampai Rp 800 ribu," sebutnya.
Baca juga: Bazar Kuliner Kampoeng Cungking Banyuwangi Angkat Hidangan Tradisional
Masih kata Rofiq, tas kulit ular sudah masuk ke pasar internasional seperti pasar Asia dan Eropa. Namun, Asia masih menjadi pangsa pasar ekspor terbesar yang mencakup Singapura, Korea Selatan, Turki hingga Armenia.
"Kalau pasar Eropa, seperti Jerman dan Rusia, banyak memesan bahan baku siap pakai. Harganya bisa Rp 250-300 ribu per lembar, satu bahan kulit bisa mencapai 3-4 meter," ucapnya.
Produksi tas buatan Rofiq dalam sebulan bisa mencapai 500-1.000 unit. Dengan produksi sebesar itu, omset usaha ini bisa mencapai ratusan juta. Dalam produksinya, Rofiq melibatkan 50 pegawai.
Sementara itu, Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko sangat mengapresiasi upaya Rofiq yang berani memulai usahanya kembali di Banyuwangi dan mempekerjakan warga sekitar.
"Saya harap, keuletan dan kejelian Rofiq dalam membuka usaha ini bisa menjadi inspirasi bagi calon wirausaha Banyuwangi yang akan memulai bisnisnya," pungkas Yusuf.