jatimnow.com - Seiring perkembangan teknologi, teknik ecoprint, sebuah teknik pewarnaan pakaian menggunakan bahan-bahan dari alam, justru semakin diminati. Salah satu produk ecoprint, dikerjakan Dwi Rianasari, seorang guru di Ponorogo.
Di sela kesibukannya sebagai pengajar, Dwi juga menciptakan karya busana yang cantik yang ramah lingkungan. Produk ecoprint Dwi yang sehari-hari tinggal Cokromenggalan, Babadan, Ponorogo itu, dipesan hingga ke luar pulau.
"Sudah dua tahun lalu saya tertarik dengan ecoprint dan mengerjakannya," kata Dwi saat ditemui di rumahnya, Senin (13/1/2020).
Baca juga: Mahasiswa Mancanegara Belajar Batik Ecoprint di Tulungagung
Dwi menambahkan, awalnya ia mengajak para siswanya di SMKN 2 Jiwan untuk bereksperimen dan ternyata hasilnya bagus. Dari itu, Dwi mulai memunguti daun-daun di sekitar rumahnya.
"Kemudian saya menekuninya dengan mengajak ibu-ibu di kampung saya," ujar Dwi.
Semenjak mengenal ecoprint dua tahun silam, Dwi banyak belajar seputar teknik pewarnaan tersebut secara otodidak. Dia melakukan eksperimen sendiri dalam membuat warna busana dari bahan alam.
Baca juga: Klarifikasi QRIS Polisi Cepek hingga Batik Ecoprint Karya Tunarungu
"Saya mengubah warna-warna sendiri. Karena ecoprint sejatinya menitikberatkan pada penerapan warna-warna alami yang bisa didapat dari sekitar. Bahwa warna pada pakaian yang cantik tidak perlu sampai harus merusak alam," ungkapnya.
Dari belajar secara otodidak, Dwi akhirnya tahu bahwa daun jati yang sudah gugur bisa memberi warna kuning tua yang eksotis. Begitu pula dengan daun jarak ulung dan jarak kepyar atau daun dari pohon tabebuya. Masing-masing bisa menghasilkan warna khas.
"Dan bahan-bahan alami itu bisa diperoleh cukup di sekitar kita, tanpa harus membeli di toko," paparnya.
Dia kemudian mulai mempraktikkan teknik ecoprint. Kain yang hendak diwarnai terlebih dahulu di-treatment khusus supaya bisa lebih mudah menyerap warna. Begitu pula daunnya, jika ingin merubah warna aslinya, misalkan dengan memberi bubuk tunjung untuk menjadikan warna lebih gelap.
Baca juga: Batik Ecoprint Karya Tunarungu Pukau Pengunjung Lippo Mall Sidoarjo
"Juga bisa dengan tawas, nanti membuat warna dari daun jati menjadi ungu. Intinya, zat tanine pada daun yang kuat itulah yang bisa memberikan warna pada pakaian," terangnya.
Satu tahun merintis bisnis itu, Dwi mulai memetik hasil yang cukup lumayan. Sebab, busana ecoprint bikinannya banyak yang mencari. Dwi sukses menyulap kain yang mulanya hanya seharga sekitar Rp 100 ribu, menjadi Rp 500 ribu. Belakangan ia juga mengikutsertakan karyanya pada beberapa pameran.
"Rata-rata baru dari teman. Ada dari Solo, Jogja, Jakarta atau terjauh dari Kalimantan," tambahnya.