jatimnow.com - Perjalanan Yaidah (51) mengurus akta kematian sang anak di Surabaya memaksanya berangkat ke Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemengadri) di Jakarta.
Warga Perumahan Lembah Harapan, Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya ini nekat ke Kantor Kemendagri setelah mendapat pelayanan mengecewakan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Ibu dua anak ini kehilangan putra bungsunya, Septian Nur Mu'aziz (23). Yaidah hampir saja gagal mengklaim asuransi hanya karena oknum petugas kelurahan dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya, mempersulitnya mengurus surat kematian.
Baca juga: Pertemuan Mengharukan Ibu dan Anak yang Terpisah 37 Tahun
Perjalanan Yaidah bermula pada 28 Juli 2020. Saat itu Yaidah kembali berduka karena Mu'aziz meninggal dunia, menyusul kakak perempuannya yang beberapa tahun sebelumnya meninggal pada usianya ke-27.
Setelah Mu'aziz meninggal, Yaidah mengurus surat kematian sebagai syarat klaim asuransi. Sebeb anaknya itu terdaftar dalam asuransi bapaknya, yang bisa dicairkan untuk menopang kebutuhan selamatan.
"Bapaknya kan kerja di Kantor Pos. Anak saya ini didaftarkan asuransinya ditanggung perusahaan," ungkap Yaidah saat ditemui jatimnow.com di rumahnya, Minggu (25/10/2020).
Pada awal Agustus 2020, Yaidah pergi ke Kantor Kelurahan Lidah Wetan untuk akta kematian anaknya dengan berbekal surat pengantar dari rumah sakit. Dalam surat itu tertulis DOA (death on arrival), untuk menggambarkan seorang pasien datang di rumah sakit dalam keadaan meninggal dunia.
Menurut Yaidah, petugas kelurahan saat itu menanyakan apa maksud tulisan doa pada surat tersebut. Petugas itu bahkan menyebut bahwa anaknya meninggal karena doa. Setelah kembali ke rumah sakit, Yaidah mendapat penjelasan bahwa anaknya meninggal karena angin duduk.
Setelah itu Yaidah kembali ke kantor kelurahan untuk melanjutkan proses pembuatan akta kematian. Namun kali ini kantor Kelurahan Lidah Wetan di-lockdown karena ada salah satu petugas yang meninggal dengan status konfirm Covid-19.
Pada 25 Agustus 2020, Yaidah kembali ke kantor kelurahan untuk menyampaikan berkas-berkas yang dibutuhkan. Setelah berhari-hari menunggu, tak kunjung ada kabar.
Dari itu Yaidah mondar mandir ke kantor kelurahan untuk mengetahui proses pengurusannya. Dia mendapat beragam alasan dari petugas, mulai sistem yang tidak bisa diakses dan lainnya.
"Padahal pihak asuransi hanya memberi waktu 60 hari. Waktu kan berjalan terus. Kalau nggak jadi terus gimana," tambahnya.
Lalu pada 21 September 2020, Yaidah mengambil seluruh berkas yang ada di kantor kelurahan dan menuju kantor Dispendukcapil Kota Surabaya di Gedung Siola. Di sini, dia diminta kembali ke kelurahan, karena di Dispendukcapil Surabaya tidak membuka pelayanan tatap muka selama Pandemi Covid-19.
Mendapat saran itu, Yaidah menjelaskan alasannya datang ke Gedung Siola, yaitu karena berkasnya sudah lama mengkrak di kelurahan, tidak kunjung diproses. Dari situ Yaidah diarahkan ke lantai tiga Gedung Siola oleh petugas.
Di sini Yaidah diminta kembali diminta ke lantai satu. Petugas yang disebutnya bernama Anisa itu mengatakan, layanan untuk pembuatan akta kematian berada di lantai satu. Kesabaran Yaidah habis.
Yaidah mencoba kembali menjelaskan kepada petugas tersebut bahwa dia ke lantai tiga lantaran diminta oleh petugas di lantai bawah. Akhirnya berkas-berkas yang digenggamnya diminta petugas.
Baca juga: Kisah Kesetiaan Sarang Semut dan Pohon Dewandaru yang Nyata di Banyuwangi
"Akhirnya keluarlah perempuan yang disebut oleh petugas namanya Anisa itu," ungkap Yaidah.
Kepada Yaidah petugas itu mengatakan bahwa akta kematian Mu'aziz sulit diakses karena ada tanda petik dalam namanya. Dan untuk bisa mengakses data sang anak, kata petugas, Yaidah harus menunggu persetujuan dari Kemendagri.
Yaidah pun menanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Dia berpikir cepat, karena tengat waktu mengurus klaim asuransi anaknya sudah dalam hitungan hari. Dia mendapat jawaban dari petugas bahwa prosesnya memakan waktu cukup lama.
Setelah mendapat jawaban itu, Yaidah pulang ke rumah dan meminta izin Sutarman (59), suaminya untuk berangkat ke Jakarta. Setelah mendapat izin, dia berangkat ke Jakarta naik kereta.
Sampai di Stasiun Pasar Senen, Yaidah langsung memesan ojek daring menuju Kemendagri di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Sampai di sana, Yaidah diberi tahu petugas kalau ia salah alamat mengurus akta kematian.
"Petugas mengarahkan saya menuju Kantor Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan," tutur dia.
Sampai di sana Yaidah ditanya petugas dan menjelaskan bahwa dirinya dari Surabaya hendak mengurus akta kematian. Katanya, semua penjaga kantor Ditjen Dukcapil kaget.
Baca juga: Pas Azan Maghrib Remaja ini Raba-raba Mesin Motor, Endingnya Bikin Ngilu
"Kok ngurusnya ke sini, ngurusnya ya di sana. Saya jawab tanda petiknya nunggu dari Kemendagri pusat, gak bisa diakses," jelas Yaidah kepada petugas saat itu.
Tidak berapa lama kemudian Yaidah ditemui petugas yang kebetulan berasal dari Krian, Sidoarjo. Petugas itu bertanya kepada Yaidah menggunakan Bahasa Jawa. Setelah Yaidah menjelaskan kronologi hinga dirinya sampai membawanya ke Jakarta, petugas itu pun bersimpati.
Kata Yaidah, petugas itu menyimpulkan apa yang dialami Yaidah adalah akibat ulah oknum pegawai kelurahan dan Disdukcapil Surabaya. Petugas Ditjen Dukcapil Kemendagri lekas menelepon salah satu petinggi Dispendukcapil Surabaya bernama Herlambang.
"Pak ini ada warga bapak kok sampai ke sini hanya karena ngurus akta kematian. Ini orangnya ada di depan saya. Pak tolong dijadikan kasihan ini ibu jauh-jauh," papar Yaidah menirukan petugas itu.
Petugas yang ada di Dispendukcapil Surabaya itu pun menyanggupinya dan menyatakan berkas akta kematian yang diminta Yaidah dapat segera jadi saat itu juga.
Setelah berkas yang diurus Herlambang selesai, Yaidah mengaku mendapat kiriman file dalam bentuk PDF ke gawai petugas yang ada di Jakarta. Oleh petugas Ditjen Dukcapil Kemendagri, file tersebut kemudian diteruskan ke WhatsApp Yaidah.
Petugas di Jakarta itu juga membantu mencetak akta kematian yang diajukan Yaidah. Karena sudah di Jakarta, Yaidah sekaligus mengurus asuransi ke Kantor Pos pusat di Jakarta.
Setelah melewati perjalanan panjang itu, Yaidah akhirnya bisa mengurus asuransi anaknya, tiga hari sebelum melewati batas waktu dua bulan.