jatimnow.com - Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair), Ilham Nur Alfian menyebut bahwa doktrin ideologi kekerasan dan radikalisme tidak ada konotasinya dengan masyarakat usia produktif.
"Saat ini konteksnya adalah model doktrinasi ideologi kekerasan dan radikalisme tersebut dilakukan dengan media-media sosial (medsos)," terang Ilham, Rabu (7/4/2021).
"Terorisme modern menyasar pada propaganda virtual dengan bantuan media untuk melipatgandakan teror dan pelaku teror di suatu negara, termasuk Indonesia. Serangan teroris modern mengalami penurunan dalam hal kualitas, tapi meningkat dalam hal popularitas," tambahnya.
Baca juga: Eks Napi Teroris Ali Fauzi Ungkap Seluk-beluk Terorisme ke Mahasiswa Lamongan
Menurut Ilham, aktivitas masyarakat usia produktif yang gemar berselancar di media sosial menjadi alasan bahwa mereka mudah terpapar oleh ideologi kekerasan dan terorisme.
"Dalam konteks penggunaan propaganda virtual inilah kelompok milenial atau yang saat ini masuk usia produktif pasti sangat berisiko dan rentan menerima doktrin (kekerasan dan terorisme) tersebut, karena aktivitas mereka memang berselancar di media sosial," jelas Ilham.
Masyarakat yang terpapar oleh propaganda virtual cenderung melancarkan pola serangan terorisme yang bersifat 'Lone Wolf'. Mereka cenderung melakukan aksinya dengan skala kecil dan acak.
"Di sinilah bahayanya, serangan bisa terjadi di mana saja dan kapan saja," ungkap Koordinator Bidang Kuliah Bersama Pusat Pendidikan Kebangsaan, Karakter dan Inter Profesional Education (PPK2IPE) Unair tersebut.
Menurutnya, karakteristik seorang teroris secara psikologis juga sulit untuk diidentifikasi.
Baca juga: Polres Kediri Siapkan Keamanan Khusus, Atasi Kerawanan di Kampung Inggris
"Agak sulit memang mengidentifikasi karakteristik psikologis apa yang secara khusus bisa mengidentifikasi kecenderungan orang-orang yang akan melakukan tindakan terorisme," paparnya.
Ilham berpesan untuk mencegah agar masyarakat tidak mudah terpapar ideologi kekerasan dan terorisme, maka harus berhati-hati dalam menerima segala informasi.
"Yang jelas critical thinking dalam situasi banjir informasi di media sosial menjadi penting," tambahnya.
Sebelumnya Indonesia kembali dikejutkan dengan peristiwa bom bunuh diri di Gerbang Gereja Katedral Makassar pada Minggu (28/3/2021) dan penyerangan yang dilakukan seorang wanita muda di Mabes Polri pada Rabu (31/3/2021).
Baca juga: Begini Cara Gus Miftah Bangun Citra Positif Madura
Setelah dilakukan investigasi ditemukan fakta bahwa pelaku bom bunuh diri di Gerbang Gereja Katedral Makassar dan penyerangan di Mabes Polri merupakan usia produktif.
L pelaku bom bunuh diri merupakan laki-laki berusia 26 tahun. Sedangkan ZA yang merupakan pelaku penyerangan Mabes Polri, perempuan berusia 25 tahun.
Masih termasuk dalam rentang usia produktif, menimbulkan hipotesis di kalangan masyarakat bahwa usia produktif lebih mudah terpapar ideologi kekerasan dan radikalisme.