jatimnow.com - Coba kikis citra negatif kawasan wisata Tretes, Kelompok Masyarakat (Pokmas) pemuda wisata Desa Pecalukan, membangun kafe hits di area hutan pinus Perhutani lereng Gunung Welirang, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.
Diberi nama Kedai Lalie Djiwo, kafe berkonsep alam yang digagas para pemuda ini sukses menjadi wisata alternatif di kawasan wisata puncak Tretes.
"Kalau cuaca cerah, pas sabtu minggu kadang yang datang 300 sampai 400 pengunjung. Rata-rata dari Kota Surabaya dan Sidoarjo," jelas Ketua Pokmas Pemuda Wisata Pecalukan, Tosim, Minggu (5/9/2021).
Baca juga: Mau Olahraga Sambil Refreshing? Ayo Jajal Hash, Rek!
Tosim menceritakan, kafe seluas 900 meter persegi ini dirintis pada bulan Februari 2021 lalu. Di saat para pemuda Desa Pecalukan terdampak kebijakan PPKM saat pandemi Covid-19 hingga mata pencahariannya terganggu.
"Ada yang berdagang seperti saya, ada pengelola vila, penjaga vila, pramujasa vila, jaga parkir, karena pandemi tidak bisa beraktivitas maksimal, penghasilan menurun," lanjutnya.
Dari keresahan-keresahan itu, tercetus ide memanfaatkan area hutan untuk dijadikan kafe sekaligus lokasi wisata keluarga. Mereka yang memiliki hobi menanam pohon di Gunung Arjuno-Welirang itu pun menjajaki kerjasama dengan perhutani tentang ide bisnis tersebut.
"Sewanya tempat ini Rp 10 juta pertahun. Modal awal kita patungan. Masing-masing Rp 5 jutaan. Kabel listrik kita beli sendiri, kita tarik sendiri, hingga kerja bakti mendirikan kedai juga kerja kompak dari semua anggota," tuturnya.
Tosim membeberkan jika visi pendirian Kedai Lalie Djiwo ini bukan semata-mata mencari profit. Sebagai pemuda asli kawasan Tretes, mereka ingin citra kawasan prostitusi bisa teralihkan dengan indahnya lokasi wisata alam Tretes.
"Kami ingin sedikit mengikis citra negatif Tretes dengan memunculkan lokasi wisata alternatif yang baru, yang cocok untuk liburan keluarga dan ramah anak," bebernya.
Baca juga: Jalanan di Tretes Pasuruan Jadi Sungai Dadakan Akibat Hujan Deras Dua Jam
Buah dari enam bulan menyatukan semangat dan persepsi untuk menjalankan usaha bersama pun didapat manfaatnya dengan menuai keuntungan.
"Setiap laba penjualan, 30% diantaranya disetorkan ke pihak perhutani. Kemudian 5% disetorkan ke LMDH. Sisa 65% laba kita gunakan untuk pengembangan fasilitas Kedai Lalie Djiwo, gaji dan membayar pajak daerah. Kami berusaha tertib pajak, karena untuk negara juga," aku Tosim.
Tosim dan kawan-kawannya masih punya banyak ide untuk mengembangkan kedai di tengah hutan pinus itu.
"Rencananya kami mengajak para ojek kuda di kawasan Tretes yang kini mulai sepi peminat, untuk memberikan edukasi tentang merawat kuda di kedai ini. Juga nanti ada trek berkuda di area hutan, start dari kedai. Namun ini masih dalam pembicaraan dengan pihak Perhutani dan kelompok ojek kuda," tandas Tosim.
Meskipun berada di tengah hutan, lokasi kedai ini cukup mudah diakses. Sekitar 800 meter masuk dari jalan raya pos pendakian Gunung Arjuno-Welirang.
Namun meski jalannya agak lebar, trek jalanan yang menanjak dan berkelok memerlukan kehati-hatian dan konsentrasi dari para pengendara mobil ataupun motor yang melintas.
Setelah masuk di parkiran yang cukup luas, temaram lampu gantung mengitari pohon pinus, bangunan kedai serta lokasi tempat duduk yang unik di atas bukit bernama Kbodos, pasti akan langsung memanjakan mata.
"Sengaja datang kesini untuk mengusir kepenatan dari aktivitas kerja di kota. Sekalian camping," jelas Agus Verdinal (55), warga Gubeng, Kota Surabaya, bersama istrinya.