Lamongan - Keberadaan sampan sebagai alat transportasi penyeberangan di Sungai Bengawan Solo masih kerap ditemui di Kabupaten Lamongan. Meski tergolong tradisional, eksistensinya seakan tak pernah pudar. Salah satunya di Desa Pangean, Kecamatan Sekaran, menuju Desa Bulutigo, Kecamatan Laren. Di sana, kegiatan sehari-hari warga tertunjang melalui angkutan umum sampan.
Meski dari segi keamanan relatif minim, warga tetap menjadikan sampan sebagai pilihan dibanding harus memutar menempuh jarak hampir 4 km melalui jalur darat.
"Kalau memutar relatif jauh. Kalau menyeberang lewat sampan bisa memangkas jarak tempuh juga waktu, harganya juga terpaut murah. Meski juga ada resikonya," kata salah satu penumpang sampan, Arman, Sabtu (17/9/2022).
Baca juga: Menikmati Bakso Kapok di Lamongan, Rp15 Ribu Ambil Sepuasnya
Sarana transportasi ini secara umum digunakan berbagai kalangan masyarakat. Mulai pekerja, penjual di pasar Kecamatan Sekaran, hingga pelajar sekolah.
pengemudi sampan, Hasan (40) mengungkap bahwa alat tranportasi tersebut hanya beroperasi pagi sampai sore. Sebab saat malam tiba penerangan dan potensi arus lebih besar dapat membahayakan.
Baca juga: Hujan Angin Terjang Lamongan, Rumah hingga Pasar Rusak
"Hanya Rp5 ribu untuk pemotor, pejalan kaki Rp2 ribu, kadang juga gratis," ungkap Hasan sambil sedikit bercanda.
Lebih lanjut, Hasan bercerita akhir-akhir ini sering gundah gulana akibat naiknya harga BBM yang juga menambah biaya operasional angkutan miliknya.
"Mau bagaimana lagi, tarifnya dinaikan juga nggak mungkin. Karena mayoritas pengguna adalah penjual dan pelajar," gerutunya.
Baca juga: Pintu Air Kuro Lamongan Dibuka untuk Penuhi Kebutuhan Petambak
Alhasil, ia terpaksa mengurangi pendapatan untuk membeli BBM jenis solar demi menjalankan mesin sampannya sambil berharap kondisi ini tidak berlarut-larut.
"Bisanya sehari habis Rp100 ribu, sekarang Rp150 ribu," ujarnya.