jatimnow.com - PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Subholding Upstream Pertamina siap menghadapi era energi transisi melalui strategi dekarbonisasi secara berkelanjutan.
Corporate Secretary PHE, Arya Dwi Paramita mengatakan, tantangan yang dihadapi oleh industri hulu migas saat ini adalah ketahanan energi nasional, dimana permintaan akan kebutuhan energi fosil diperkirakan akan terus meningkat hingga 2050, walaupun terdapat perubahan komposisi bauran energi.
Menurutnya, adanya peningkatan persentase penggunaan gas sebagai energi fosil yang bersih, menunjukkan bahwa gas sebagai energi transisi berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri.
Baca juga: Pertamina SHU Regional Jawa Bekali Mahasiswa ITS Kiat Sukses di Dunia Kerja
"Kami menyadari bahwa di saat ini industri hulu migas harus bisa menjawab peluang dengan menjalankan green operation sebagai bagian dari green strategy perusahaan. PHE mempunyai strategi energi transisi berupa gas transition, decarbonization, serta potential new business carbon capture storage (CCS) dan carbon capture utilization & storage (CCUS)," terang Arya di hadapan puluhan awak media dalam Media Gathering Pertamina EP Cepu di Bandung, pada Senin (3/6/2024).
Menjawab kebutuhan energi transisi itu, kata Arya, Pertamina menjalankan berbagai project untuk mengembangkan gas, salah satunya adalah Jambaran-Tiung Biru (JTB) yang berada di wilayah kerja Zona 12 Regional Indonesia Timur.
"Saat ini JTB berhasil mencatat capaian produksi full capacity 192 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari dengan stabil untuk jangka waktu yang panjang," sambungnya.
Arya juga menjelaskan, sepanjang tahun 2023, PHE berhasil mencatatkan produksi minyak sebesar 566 ribu barel per hari (MBOPD) dan produksi gas 2.766 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), sehingga produksi migas sebesar 1.044 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD). Angka capaian ini juga mencatatkan peningkatan produksi gas sebesar 5,40% dari tahun 2022.
Baca juga: Pertamina Ajak Media Ikuti Anugerah Jurnalistik 2024
Selain itu, PHE juga mencatatkan kinerja penyelesaian pengeboran 20 sumur eksplorasi, 799 sumur pengembangan, 837 workover dan 32.624 well services. Selain itu, PHE juga mencatatkan survei Seismik 3D sepanjang 1.512 km2.
"Seluruh pencapaian tersebut didukung dari seluruh entitas afiliasi PHE yaitu regional Sumatera, regional Jawa, regional Kalimantan, regional Indonesia Timur, regional Internasional, Elnusa, Badak LNG, dan Pertamina Drilling Service Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, di bidang Environment, Social, Governance (ESG), PHE sukses mendapatkan rating sebesar 22.5 per April 2024 atau medium risk setelah melalui proses assesment dari Lembaga rating internasional, Sustainalytics. Kemudian, PHE juga terus berinvestasi dalam pengelolaan operasi dan bisnis hulu migas sesuai prinsip ESG dan telah terdaftar dalam United Nations Global Compact (UNGC) sebagai member sejak Juni 2022.
Baca juga: Jatim Urutan Ketiga Penghasil Migas Tertinggi Nasional
"Pada tahun 2023, PHE juga mengimplementasikan teknologi CCUS di lapangan Pertamina EP Sukowati Field, Bojonegoro, Jawa Timur yang ditandai dengan peresmian injeksi perdana CO2 ke lapangan Sukowati dengan menggunakan metode Huff & Puff," ulasnya.
Kepala Departemen Komunikasi SKK Migas, Nyimas Fauziah Rikani, menjelaskan, selain untuk kebutuhan energi industri hulu migas juga berperan penting dalam penerimaan negara.
"Industri hulu migas mempunyai peran yang penting sebagai sumber penerimaan negara. Kami mempunyai strategi utama untuk mencapai target produksi nasional 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 milyar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2033," singkatnya.