jatimnow.com - Kondisi Sungai Brantas yang melintasi Kota Malang semakin mengkhawatirkan. Aktivis lingkungan dari Komunitas Brantas Mbois dan jaringan relawan JEJAK (Jaringan Gen Z Jawa Timur Tolak Plastik Sekali Pakai) menemukan fakta mencengangkan saat melakukan susur sungai dan penelitian mikroplastik di beberapa titik strategis.
Hasilnya? Sungai Brantas kini berubah menjadi "tempat sampah umum" yang mengancam kesehatan masyarakat dan ekosistem.
Kegiatan susur sungai yang dilakukan pada Minggu (18/10) lalu mengungkap berbagai pelanggaran lingkungan yang terjadi secara kasat mata.
Baca juga: Aksi Bersih Kali Surabaya Warnai HUT ke-80 Korps Marinir dan Jatim
Warga dengan leluasa membuang sampah rumah tangga ke sungai, baik menggunakan tas kresek maupun karung, langsung dari jembatan, jendela rumah, bahkan pintu dapur mereka. Lebih parah lagi, limbah kakus, toilet, dan rumah potong ayam dialirkan langsung ke sungai tanpa proses pengolahan yang memadai.
"Sungai ini sudah seperti septic tank raksasa. Baunya sangat menyengat, dan kita bisa lihat sendiri bagaimana sampah menumpuk di setiap sudut," ujar Afrianto Rahmawan, Koordinator Komunitas Brantas Mbois.
Jenis sampah yang paling mendominasi adalah popok sekali pakai dan styrofoam, diikuti oleh tas kresek, sisa sayuran, dan kulit bawang. Di beberapa titik, tim relawan juga menemukan ceceran kotoran manusia di tepian sungai, serta anak-anak yang bermain dan mandi di air sungai yang jelas-jelas kotor.
Tak hanya masalah sampah padat, tim peneliti juga menemukan konsentrasi mikroplastik yang signifikan di beberapa lokasi. Di Jembatan Muharto, tercatat adanya 31 partikel fiber, 9 partikel filamen, dan 3 partikel fragmen per 10 liter air.
Sementara itu, di Kelurahan Polehan ditemukan 48 partikel mikroplastik per 10 liter air, dan di Kelurahan Kebalenwetan ditemukan 34 partikel. Jenis partikel terbanyak adalah fiber, yang mengindikasikan pencemaran dari limbah domestik seperti pakaian sintetis dan plastik rumah tangga.
"Temuan mikroplastik ini sangat mengkhawatirkan. Kita tahu bahwa mikroplastik bisa masuk ke rantai makanan dan akhirnya berdampak pada kesehatan manusia," jelas Afrianto.
Baca juga: Wayahe Besuk Kali Brantas, Ecoton Serukan Pemulihan Sungai Tercemar
Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya layanan pengangkutan sampah yang memadai di kawasan bantaran sungai.
Akibatnya, masyarakat terpaksa menjadikan Sungai Brantas sebagai tempat pembuangan akhir sampah rumah tangga. Situasi ini menciptakan aroma sungai yang tidak sedap, mencemari air, dan membahayakan kesehatan masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai.
Untuk itu, Komunitas Brantas Mbois mendesak Pemerintah Kota Malang untuk segera turun tangan. "Walikota Malang harus turun langsung melihat kondisi sungai ini. Kami siap menemani dan menunjukkan lokasi-lokasi kritis jika beliau bersedia ikut susur sungai," tegasnya.
Afrianto menambahkan bahwa meskipun pengelolaan Sungai Brantas berada di bawah kewenangan pemerintah pusat, pemerintah kota tetap memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi, menyediakan fasilitas, dan mengawasi perilaku masyarakat di bantaran sungai.
Baca juga: Gugatan Ikan Mati Menang Inkracht, Ecoton 'Ngintir' dari Batu ke Surabaya
Ia mengingatkan bahwa sampah yang dibuang oleh warga Kota Malang akan berdampak pada kualitas air di 14 kota/kabupaten yang bergantung pada aliran Sungai Brantas.
"Banyak PDAM di Jawa Timur sangat bergantung pada Brantas sebagai sumber air baku. Jika pencemaran ini terus berlanjut, risiko kesehatan masyarakat akan meningkat akibat paparan mikroplastik dan kontaminan lainnya," imbuhnya.
Menyadari urgensi permasalahan ini, Komunitas Brantas Mbois aktif menyuarakan solusi konkret. Sebagai wujud tanggung jawab sosial dan upaya advokasi lingkungan yang berkelanjutan, komunitas ini menyampaikan tiga rekomendasi penting kepada pemerintah, yaitu: penertiban bangunan liar di bantaran sungai, penyediaan sarana dan layanan pengangkutan sampah yang memadai oleh pemerintah kota dan kelurahan, serta pelaksanaan patroli rutin yang disertai penegakan hukum tegas terhadap pelaku pembuangan sampah ilegal dan pencemaran sungai.
"Sungai bukan tempat sampah. Sungai punya hak ekologis yang harus dilindungi. Menjaga Brantas berarti menjaga kehidupan," pungkas Afrianto.