Pixel Code jatimnow.com

Ekonomi Syariah Indonesia, Peluang Raksasa Tersendat di Isu Kepemimpinan

Ekonomi 4 jam yang lalu
Pangsa pasar perbankan syariah masih di bawah 8 persen, dan tingkat literasi masyarakat masih rendah. (Foto: Ilustrasi/Gemini)
Pangsa pasar perbankan syariah masih di bawah 8 persen, dan tingkat literasi masyarakat masih rendah. (Foto: Ilustrasi/Gemini)

jatimnow.com - Sektor Ekonomi Syariah di Indonesia, dengan populasi Muslim terbesar di dunia, menghadapi dilema serius: potensi pasar yang mencapai ratusan triliun rupiah kontras dengan pertumbuhan yang masih "terseok-seok" dan isu kepemimpinan yang mendesak.

Meskipun gaung produk berlabel syariah mulai dari perbankan, asuransi, hingga wisata halal kian nyaring, tantangan mendasar masih berkutat pada implementasi nilai dan kualitas kepemimpinan.

"Pertanyaan mendasar tetap sama: apakah ekonomi syariah kita sudah benar-benar tumbuh di atas nilai-nilai syariah, atau sekadar menempel pada bungkusnya saja?" ujar Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur, Ulul Albab, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/10/2025).

Ulul Albab mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki modal raksasa, termasuk konsumsi produk halal yang mencapai ratusan triliun per tahun serta potensi wakaf dan zakat produktif yang menggunung. Namun, data menunjukkan pangsa pasar perbankan syariah masih di bawah 8 persen, dan tingkat literasi masyarakat masih rendah.

Menurutnya, masalah utama bukan sekadar regulasi, melainkan ketiadaan sosok pemimpin yang mampu menyatukan seluruh elemen umat: dari ulama, pengusaha, akademisi, hingga birokrat. Ekonomi syariah membutuhkan seorang "penjahit potensi" yang kredibel.

Fokus perhatian kini tertuju pada Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), sebagai wadah besar yang menaungi para cendekia dan pelaku industri. Albab menegaskan, pemimpin MES idealnya memiliki empat syarat pokok yang tak bisa ditawar.

"Pertama, integritas dan pemahaman fiqh muamalah (etika bisnis Islam). Kedua, kapasitas manajerial dan jejaring luas. Ketiga, netralitas dan independensi dari politik praktis. Keempat, visi masa depan agar tidak terjebak pada seremoni," tegasnya.

Menanggapi kabar terpilihnya Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, sebagai Ketua Umum MES Jawa Timur, Ulul Albab menyampaikan harapan sekaligus catatan kritis.

Ulul Albab mengakui Emil memiliki modal kepemimpinan yang kuat: muda, berpendidikan tinggi, dan sukses di birokrasi, yang dinilai penting untuk memajukan ekonomi digital syariah.

"Kami sebagai warga Jatim tentu ikut senang. Semoga di era kepemimpinannya, ekonomi syariah di Jatim benar-benar tumbuh dan berkembang sebagaimana diajarkan dalam fiqih ekonomi yang kita pelajari," katanya.

Namun, ia menambahkan, penting untuk jujur mengakui bahwa Emil Dardak lebih dikenal sebagai teknokrat dan politisi, bukan sebagai figur dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman mendalam di bidang fiqh muamalah.

Oleh karena itu, Ulul Albab menegaskan perlunya jaminan tata kelola yang kuat serta keberadaan tim pakar syariah yang independen di tubuh MES.

"Agar MES tidak hanya terdengar islami di tataran slogan, tapi juga berkarakter ilmiah dan berintegritas di lapangan," pesannya.

Ulul Albab memperingatkan, kekuatan ekonomi syariah terletak pada kepercayaan (trust) umat. Apabila MES terseret kepentingan politik atau bisnis yang mengorbankan prinsip syariah, maka label “syariah” itu sendiri akan kehilangan makna.

"Kita ingin melihat MES bukan hanya sibuk menggelar seminar, tapi melahirkan role model bisnis halal yang sukses, pesantren yang mandiri, dan UMKM yang naik kelas karena pendampingan nyata," tutupnya. Ia juga menegaskan bahwa kepemimpinan yang berhasil adalah yang mampu menjadikan ekonomi syariah sebagai gerakan nyata, bukan sekadar wacana.