jatimnow.com - Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya tahun 2020 diwarnai munculnya calon wali kota dari generasi milenial atau anak muda. Kehadiran mereka untuk tidak diremehkan.
Surokim Abdussalam, peneliti Surabaya Survei Center (SSC) sempat merilis nama Calon Wali Kota (cawali) Surabaya dari kalangan generasi muda Pilwali Surabaya 2020.
Beberapa nama cawali diantaranya, Eri Cahyadi (Kepala Badan Perencanaan Pemerintah Kota Surabaya), KH Zahrul Azhar As'ad atau Gus Hans (Wakil Ketua DPD Partai Golkar Jawa Timur), M Sholeh (Advokat), hingga Bayu Airlangga (Ketua Muda Mudi Demokrat Jatim yang juga menantu mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo).
Baca juga: Machfud Arifin Ikhlas dan Doakan Eri Cahyadi-Armudji
Sedangkan kandidat muda dari kaum perempuan seperti Agnes Santoso (presenter), Siti Nasyiah (aktivis dan penulis buku), Dwi Astuti (pengurus Muslimat Jawa Timur) hingga Asrilia Kurniati (Ketua Umum Gabungan Organisasi Wanita yang juga mantan calon legislatif DPRD Jatim dari Partai Gerindra).
Surokim mengatakan, rilis kandidat muda sebagai cawali Surabaya itu mendapatkan respon yang cukup beragam. Mulai dari optimisme nama baru dalam peta politik pemilihan kepala daerah hingga pesimisme karena tidak percaya kalau kandidat-kandidat muda itu akan mendapatkan rekomendasi partai.
"Kendati 'berat' untuk dilirik partai politik, membaharukan politik itu selalu perlu. Kendati kandidat-kandidat muda itu akhirnya gagal dan batal mencalonkan diri karena tidak dilirik partai, paling tidak kita sudah mengikhtiarkan untuk membaharukan dan me-muda-kan kepemimpinan kota Surabaya," ujar Surokim kepada jatimnow.com, Jumat (19/7/2019).
Ia mengatakan, kebutuhan Kota Surabaya akan masa depan yang mendesak adalah kepemimpinan adaptif progresif. Kecepatan mengikuti perubahan zaman menjadi kunci.
"Pemimpin yang akseleratif, adaptif, dan inovatif lah yang akan melahirkan daya saing kompetitif dimasa kini dan mendatang," ujarnya.
"Menurut saya, sekali lagi kaum muda itu lebih dekat dengan perubahan, mereka surplus energi positif. Kaum muda lebih identik dengan harapan dan ekspektasi baru," tambahnya.
Baca juga: Kuasa Hukum MAJU Sayangkan Dana Kampanye Erji Nol Rupiah Tak Ditindak
Peneliti SSC yang juga staf pengajar di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini menerangkan, berkaca dari sejarah, pemimpin progresif Indonesia berasal dari kaum muda.
"Sukarno ketika membacakan pledoi Indonesia menggugat yang legendaris itu berusia 29 tahun. Hatta berusia 30 tahun saat mendampingi Sukarno di era tersebut," paparnya.
"Hamengkubuwono IX dinobatkan jadi raja pada usia 28 tahun dan mampu membuktikan sikap kenegarawannannya dalam krisis. Dr Soetomo berusia 20-an saat mendirikan Boedi Oetomo, demikian juga Sutan Syahrir berusia 21 saat menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia," imbuhnya.
"Semangat 10 November juga digerakkan kaum muda Surabaya. Maka sesekali jangan melupakan sejarah. Saatnya kita memberi tantangan partai, apakah mereka (partai) mau mengusung ide perubahan dan harapan atau akan melulu berkutat pada nama-nama lama yang selama ini beredar nihil perubahan," terangnya.
Baca juga: Kuasa Hukum MAJU Sebut Keterlibatan Risma Telah Terungkap dalam Sidang
Menurutnya, semakin banyak tawaran kepada pemilih tentunya akan semakin baik bagi demokratisasi di Kota Surabaya.
"Jangan remehkan generasi muda Surabaya. Mereka kadang bisa jauh membaca kehendak zaman, bahkan bisa menghentak melampauinya," jelasnya.