jatimnow.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur mengimbau kepada seluruh umat Islam untuk tidak mengucapkan selamat Hari Raya Natal. Imbauan ini juga berlaku bagi kepala daerah, hingga Presiden maupun Wapres yang muslim.
"Ucapan Natal ini kan perayaan lahirnya anak Tuhan, karena ini masuk wilayah akidah. Ketika kita mengucapkan selamat kepada peringatan itu, sama saja kita memberi selamat atas lahirnya putra Tuhan," kata Sekretaris MUI Jatim M Yunus, Sabtu (21/12/2019).
Menurut Yunus, larangan mengucapkan Natal berlaku bagi semua umat Islam. Katanya, ketika seorang muslim mengucapkan selamat Natal, maka akidahnya akan rusak.
Baca juga: Cara Pjs Bupati Mojokerto Gugah Kesadaran Hukum Warga terhadap Judi Online
"Larangan itu (mengucapkan selamat Natal) berlaku bagi siapa saja, tidak ada perkecualian," tegasnya.
Di Indonesia, banyak kepala daerah seperti bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota yang muslim. Presidennya juga muslim, bahkan wakil presiden juga kiai atau ulama besar.
Menurut Yunus, persoalannya bukan dilarang atau tidak dilarang kepala daerah hingga pemimpin negara ini mengucapkan selamat Natal.
"Tapi kalau pemimpin itu sadar dan faham atas konsekuensi secara akidah dari ucapan itu, harusnya lebih berhati-hati dan mampu menahan diri," tuturnya.
Baca juga: Film Guru Tugas Viral, Ketua MUI Bangkalan Beri Tanggapan
Ia menyarankan kepada pemerintah untuk menunjuk pejabat yang seiman untuk mengucapkan selamat kepada umat Kristen yang merayakan natal.
"Kepemimpinan itu tidak tunggal, tidak perseorangan, ada sekretaris, ada strukturnya. Kementerian Agama misalnya, kan ada binmas agama-agama lain," katanya.
Baca juga: Maklumat MUI Kabupaten Probolinggo saat Ramadan, Ada Aturan Patrol Sahur
"Kalau misal dia (Menteri Agama) hati-hati, dia akan memerintahkan binmas agama lain yang merayakan Natal untuk mengucapkan selamat," terangnya.
Yunus juga mengingatkan kepada umat muslim untuk memahami makna toleransi secara baik dan benar. Serta saling menghormati perbedaan beragama.
"Ketika orang tidak mengucapkan selamat natal dan tidak menggunakan atribut perayaan, itu tidak bisa disebut intoleran. Kalau itu dipahami dengan baik, tidak akan kita jumpai sweeping," jelasnya.