jatimnow.com - Bupati Ponorogo, Ipong Muchlissoni melepas ekspor 110 ton kunyit ke negara India, Selasa (11/2/2020). Total dalam setahun, petani di Ponorogo mampu mengirim kunyit mencapai 2220 ton.
Bupati Ipong meminta Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dipertahankan) Pemkab Ponorogo menyediakan bibit atau pupuk agar masyarakat terdorong untuk menanam tanaman obat ini.
"Kalau yang bisa diekspor tanaman obat. Produksinya bagus. Ditambah temulawak dan jahe. Ditambah bibitnya," pintanya.
Baca juga: Video: PT AMA Ekspor Perdana Pro EM1 ke Tiongkok
Ia melanjutkan, jika petani menanam padi, jagung maupun kedelai, tentu tidak untuk dieskpor namun akan dikirim ke provinsi lain karena kebutuhan produksi dalam negeri masih kurang.
"Ini peluang bisa dimanfaatkan Ponorogo untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari tanaman obat ini," ujarnya.
Plt Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian Sukarman mendorong petani untuk melakukan eksport tanaman obat karena Ponorogo merupakan daerah potensial.
"Pak Bupati menyampaikan ada sekitar 15 ribu pekarangan yang kurang produktif pengembangan kawasan untuk tanaman obat. Kita dorong selain pengembangan kawasannya kita untuk bantu alat pengeringnya, perajangnya," katanya.
Baca juga: Gubernur Khofifah dan 3 Menteri Lepas Ekspor Produk Pertanian Rp 140 Miliar
Pengekspor kunyit, Muhammad Saiin mengatakan rempah-rempah itu dikirim ke negara India sebanyak 110 ton.
"Ini terakhir kami mengirim sebesar 110 ton," katanya.
Ia menjelaskan jika kunyit yang dikirim ke India dibuat ekstrak. Kunyit yang dikirim ke India sebagian besar berasal dari Ponorogo dan lainnya berasal dari petani di Wonogiri, Pacitan, Nganjuk dan Madiun.
"Ya kalau stoknya ada ya dari Ponorogo saja. Kalau memang tidak mencukupi mau tidak mau ambil dari yang lain," jelasnya.
Baca juga: Video: Ponorogo Ekspor 100 Ton Kunyit ke India
Ekspor kunyit telah dilakukannya sejak tahun 2017 lalu. Harga kunyit kering berkisar Rp 15 ribu per kilogram untuk ekspor. Sedangkan pihaknya membeli dari petani Rp 12 ribu hingga Rp 13 ribu per kilogram.
Ia menjelaskan, sebelum ekspor kunyit pihaknya juga pernah melakukan ekspor jahe pada tahun 2013.
"Jahe kita tidak panen karena terkena virus dan harganya tahun lalu bibitnya mahal. Kena virus 2 tahun akhirnya petani males, karena tanahnya susah, pupuk dan bibit mahal, waktu panen harga murah, ruginya banyak. Kalau kunyit memang tidak ada virusnya," tukasnya.