jatimnow.com - Sindikat pemalsu surat izin mengemudi (SIM) dan surat tanda nomor kendaraan (STNK) di Surabaya dibongkar Unit Reskrim Polsek Tegalsari. Tiga orang dalam sindikat itu ditangkap.
Ketiga pelaku masing-masing bernama Ainur Rofik (39) warga Desa Toyaning, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan; Sumarno alias Gondrong (39), warga Jalan Banyu Urip Lor VI, Surabaya dan Seftiani (28), istri siri Sumarno.
"Ketiga tersangka ini kami amankan secara bergantian dan di lokasi yang berbeda," terang Kanit Reskrim Polsek Tegalsari, Iptu I Made Sutayana, Senin (11/5/2020).
Made menjelaskan, sindikat pemalsu SIM dan STNK ini beraksi di Taman Bungkul, tepatnya di sekitar bus pelayanan masyarakat milik Satlantas Polrestabes Surabaya.
Sindikat ini terbongkar setelah Unit Reskrim Polsek Tegalsari mendapat informasi masyarakat yang menjadi korban. Salah satunya pembuat SIM yang curiga dengan bahan serta tulisan yang berbeda. Selain itu juga curiga dengan nama pejabat yang tercantum dalam SIM tersebut.
"Jadi nama pejabat yang tercantum itu merupakan pejabat lama. Bukan yang baru," ungkap Made.
Berbekal laporan dan alat bukti yang disita, Made dan timnya langsung melakukan penyelidikan. Satu persatu pelaku dalam sindikat ini ditangkap. Pelaku yang pertama ditangkap yaitu Ainur Rofik bersama barang bukti SIM dan STNK palsu.
Dalam pemeriksaan Rofik mengaku STNK dan SIM itu sedianya akan diserahkan ke pemesan. Selain itu, tersangka juga mengaku masih memiliki bahan dan barang serupa di rumahnya di Pasuruan.
"Saat kami kembangkan ke rumah tersangka di Pasuruan, kami menemukan beberapa barang bukti seperti kertas foto, stempel, laptop, mesin print, gunting, ATK dan peralatan untuk membuat dokumen palsu," papar Made.
Untuk melancarkan aksinya, tersangka Rofik mengaku selalu dibantu oleh Sumarno alias Gondrong dan Seftiani. Pasutri siri itu berperan untuk mencari bahan STNK yang sudah mati maupun mencari pelanggan yang akan membuat SIM maupun STNK.
Pasutri tersebut kemudian dapat diamankan di rumah kosnya kawasan Banyu Urip, Surabaya. Di rumah kos itulah, sindikat ini menjalakan bisnis terlarangnya.
"Sindikat ini sudah satu tahun terakhir membuka jasa pembuatan SIM dan STNK palsu. Untuk pembuatan SIM C, mereka mematok tarif Rp 500 ribu. Untuk SIM A Rp 1 juta. Kalau perpanjangan SIM bervariasi, antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta. Sehari itu katanya bisa sampai 5 orang," jelas Made.
Sementara untuk membuat SIM maupun STNK palsu, sindikat ini mengumpulkan bahan STNK dan SIM yang sudah tidak berlaku dari Sumarno. Dari itu Rofik kemudian menghapus tulisan dengan cara digosok. Setelah bersih ia menulis kembali dengan menggunakan pensil kemudian dilem.
"Untuk membuat SIM palsu, kertas foto diprint dan SIM yang habis masa berlakunya diubah hingga menjadikan masa berlaku AIM itu hidup. Tapi sindikat ini tidak tahu kalau pejabat yang tanda tangan ternyata sudah ganti," tandasnya.