jatimnow.com - Pemerintah kota (Pemkot) Surabaya menyiapkan dana kelurahan puluhan miliar rupiah.
Dana kelurahan itu dianggarkan kebetulan waktunya bertepatan dengan menjelang Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya 9 Desember tahun 2020.
"Tadi paripurna persetujuan rancangan perda perubahan APBD 2020. Raperda ini menjadi penting karena terkait dengan refocusing dan realokasi penanganan pandemi dan juga beberapa anggaran yang dibutuhkan masyarakat Kota Surabaya itu perlu memang dilakukan penetapan raperda ini. Oleh karena itu secara umum saya (PKS) menyetujui," kata Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Reni Astuti, Senin (28/9/2020) malam.
Baca juga: Pemkot Surabaya Terbitkan Surat Perintah Mencoblos di Pilkada Serentak 2024
"Hanya saja, ada satu anggaran terkait dana kelurahan, yang menurut hemat saya ada tahapan perencanaan yang jika temuan yang saya dapatkan itu memang seperti itu dan terjadi di berbagai banyak wilayah, maka tahapan perencanaan itu akan melanggar Perwali (Peraturan Wali Kota) Nomor 68 Tahun 2019 pasal 19 ayat 1, 2, 3," kata politisi dari PKS ini.
Reni menerangkan, kenapa tahapan perencanaan penyusunan dana kelurahan akan melanggar peraturan wali kota.
"Kenapa demikian, jadi Tahun 2020 ini, pertama kalinya pemerintah kota merealisasikan dana kelurahan dengan anggaran cukup besar dengan bentuk bantuan barang, sarana prasarana kepada masyarakat," terangnya.
Terkait dengan anggaran, kata Reni, rencana anggaran untuk Dana Kelurahan hampir Rp 500 Miliar. Tapi karena pandemi Covid-19, anggaran tersebut sebagian dialokasi ke permakanan.
"Sehingga bantuan yang dirupakan untuk sarana dan prasarana itu, tinggal Rp 63 Miliar," jelasnya.
Ia menambahkan, dari telaah yang dilakukannya, Dana Kelurahan Rp 63 Miliar diindikasikan melanggar Peraturan Wali Kota Surabaya No 68 Tahun 2019 dalam proses perencanaannya..
Baca juga: Pemkot Surabaya Raih Predikat Badan Publik Informatif KI Jatim Award 2024
"Kenapa tidak sesuai, karena dana kelurahan itu bersumber dari masyarakat yang diformat dalam bentuk musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) kelurahan. Di situ masyarakat diwakili oleh RW (rukun warga) itu mengusulkan, sehingga kemudian ada berita kesepakatan bersama. Misale iki ngusulno ini, ngusulno ini. (Misalnya mengusulkan ini). Karena adanya Covid-19 maka dilakukanlah perubahan," katanya.
"Nah, saya mendapatkan temuan di beberapa RW (rukun warga) yang saya kontak langsung ada 8 RW yang tersebar di 5 kecamatan itu mengatakan bahwa, tidak pernah diajak untuk melakukan musyawarah perubahan usulan karena adanya Covid-19. Tapi tiba-tiba para ketua RW ini diberitahu oleh kelurahannya, sampean engko oleh LCD, sampean nanti dapat printer. (anda nanti dapat LCD, dapat printer). Waktu saya tanya, loh pak, apakah itu sesuai usulan musrenbang-nya bapak. Nggak bu, saya tidak pernah mengusulkan ini," terangnya.
Dari temuannya di lapangan, Reni melihat tahapannya perencanaannya Dana Kelurahan tidak sesuai Perwali.
"Karena di perwali itu dikatakan bahwa, usulan itu harus berdasarkan musrenbang kelurahan. Jika terjadi pengurangan perubahan, penambahan usulan, maka harus dilakukan musrenbang antara LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) dan lurah yang dibentukan dalam perubahan berita acara kesepakatan bersama," katanya.
Baca juga: Komitmen Berkelanjutan, Pemkot Surabaya Wujudkan Pemerataan Layanan Kesehatan
"Di ayat 3 dikatakan, perubahan itu harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Nah, LPMK tidak bisa memutuskan sendiri. LPMK semestinya memusyawarahkan dengan RW. Karena namanya musrenbang itu kan dana kelurahan itu dana partisipasi masyarakat dalam membangun wilayahnya. Jadi apa yang diusulkan sesuai kebutuhan. Makanya ada azas di pasal 2 perwali ini, harus ada azas pemanfaatan dan azas kecermatan. Makanya proses itu harus benar dan sebagainya," tambahnya.
Reni menegaskan, penganggaran Dana Kelurahan yang dilakukan Pemkot Surabaya adalah tidak benar.
"Kalau ini nggak benar, kasihan lurah. Karena lurah yang bertanggungjawab. Lurah itu wes sepuh-sepuh (sudah tua) dan mendekati pensiun. Kalau salah, keliru kasihan mereka. Jadi ini kasihan," tuturnya.
"Ini tadi saya habis paripurna, saya tadi turun ke lurah-lurah. Saya pastikan dan saya minta mana berita perubahan. Ternyata berita perubahan yang ada, itu yang tanda tangan hanya lurah dan LPMK saja. Sedangkan RW tidak ada tanda tangannya. Sementara berita awal sebelum perubahan, itu RW lengkap semua RW. Tapi setelah perubahan, RW tidak dilibatkan. Ini yang menurut saya tidak boleh dilakukan," jelasnya.