jatimnow.com - Belasan pemuda yang tergabung dalam Komunitas Wong Suroboyo (KWS) memperingati Hari Pahlawan di depan Rumah Radio Bung Tomo di Jalan Mawar, Surabaya.
Aksi yang digelar Senin (9/11/2020) malam dengan menyalakan lilin itu sebagai tanda keprihatinan pada generasi milenial atas nasib Rumah Radio Bung Tomo, sekaligus memperingati Hari Pahlawan 10 November.
Koordinator KWS, Unang Setia mengungkapan, aksi itu digelar selain untuk memperingati Hari Pahlawan, juga sebagai bentuk kritik terhadap Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Baca juga: Kisah Kereta Api Terakhir Surabaya di Stasiun Gubeng
Menurutnya, meski saat ini Rumah Radio Bung Tomo telah dibangun dengan bangunan baru, tapi bangunan baru tersebut sudah tidak lagi memiliki nilai sejarah.
"Bangunan baru sudah tidak ada lagi nilai sejarahnya, itu yang kita kritik. Apalagi orang yang merobohkan bangunan bersejarah ini adalah orang yang akan memimpin di Surabaya. Itu yang tidak kita setujui," terangnya.
Unang menilai bahwa Eri Cahyadi menjadi salah satu orang yang bertanggungjawab atas hilangnya nilai sejarah Rumah Radio Bung Tomo itu.
"Dulu sebagai Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang. Kita tidak setuju jika Pak Eri menjadi wali kota," tegas Unang.
Baca juga: Melihat Aksi Heroik Pahlawan Kemerdekaan dalam Drama Kolosal SMA 2 Surabaya
"Di belakang kita ini bangunan cagar budaya, Rumah Radio Bung Tomo. Kalau tidak ada ini pasti tidak ada kemerdekaan di Surabaya. Tapi sekarang nasibnya hancur," jelasnya.
Dia menambahkan, rumah di belakang tersebut merupakan tempat yang paling bersejarah di Surabaya. Tempat seperti ini wajib dilindungi oleh pemerintah.
"Namun nyatanya saat 2016, bangunan rumah ini diratakan dan kita tahu Dinas Cipta Karya Tata Ruang Pemkot Surabaya saat itu dikepalai Pak Eri Cahyadi," tambahnya.
Baca juga: Peringati Hari Pahlawan 2024, Pjs Bupati Jember Sampaikan Pesan Ini
Komunitas Wong Suroboyo pun mempertanyakan kelayakan Eri sebagai calon wali kota.
"Apakah layak calon wali kota seperti ini maju dalam pemilihan wali kota Surabaya? Biar masyarakat yang menilai," tegasnya.
Aksi ditutup dengan berbaris membentuk huruf U melakukan doa bersama. Setelah itu menyanyikan lagu nasional Indonesia Raya.