jatimnow.com - Pengamat politik dari Parliementary Watch Jawa Timur Umar Sholahudin menilai PDI Perjuangan (PDIP) terlalu percaya diri menghadapi Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya 2020.
Umar juga menilai munculnya kader-kader PDIP, Banteng Ketaton Surabaya yang beralih memberikan dukungan untuk Pasangan Calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Surabaya Nomor Urut 2, Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno (MAJU), juga bakal menjadi kerikil-kerikil politik.
"Munculnya Banteng Ketaton ini menjadi ujian politik bagi PDIP, karena bagaimanapun juga kader-kader 'pembelot' adalah kader ideologis. Apabila tidak ditangani serius bisa menjadi kerikil politik di internal PDIP," ujar Umar, Rabu (11/11/2020).
Baca juga: Machfud Arifin Ikhlas dan Doakan Eri Cahyadi-Armudji
Umar menambahkan, munculnya Banteng Ketaton sebagai wujud kekecewaan kader internal PDIP terhadap PDIP itu sendiri, yang mengusung Calon Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
"Bisa saja Eri Cahyadi mungkin dinilai nonkader politik atau nonkader ideologis dari PDIP. Dan kader-kader 'Banteng Ketaton' menginginkan yang menjadi L1 (Cawali Surabaya) dari kader partai atau kader ideologis," tuturnya.
Keluarga besar Whisnu Sakti Buana, Wakil Wali Kota Surabaya, yang juga putra-putri tokoh senior PDIP almarhum Soetjipto telah mengalihkan dukungan ke Paslon Machfud Arifin-Mujiaman.
"Cawali yang diusung nonkader partai atau nonkader ideologis, sehingga timbul kekecewaan dan beralih ke pasangan nomor dua. Kan kebetulan Pilwali Surabaya 2020 ini hanya dua pasangan," terangnya.
Ketua DPC PDIP Kota Surabaya Dominikus Adi Sutarwijono sempat mengeluarkan ancaman akan memberikan sanksi bagi kader-kader yang terlibat di Banteng Ketaton Surabaya. Ancaman tersebut di antaranya akan memecat kader dari PDIP.
Baca juga: Kuasa Hukum MAJU Sayangkan Dana Kampanye Erji Nol Rupiah Tak Ditindak
Menurut Umar, ancaman pemecatan tersebut bagi kader yang militan di Banteng Ketaton tidak ada efeknya. Justru kekecewaan Banteng Ketaton semakin bertambah dan perlawanan mereka akan semakin kuat.
"Ancaman tidak akan efektif karena dia masih kader-kader ideologis PDIP. Saya pikir justru ancaman-ancaman semacam itu akan tidak bagus untuk konsolidasi di internal. Bahkan ancaman itu juga bisa menjadi boomerang bagi PDIP sendiri. Ketika mereka tersakiti, maka akan melakukan perlawanan yang semakin kuat," papar Umar.
Pernyataan Adi yang menyajikan fakta kemenangan PDIP dalam kontestasi politik baik di Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya, pemilu legislatif dua periode, disebut Umar sebagai bentuk kesombongan politik.
"Menurut saya, itu kesombongan politik dari PDIP. Untuk perpolitikan sekarang, petanya sudah berubah," tegas Umar.
Menurut Umar, jika dikalkulasi secara matematis, suara PDIP sebagai partai pengusung Paslon Eri-Armudji (Erji) sekitar 25 persen. Sedangkan suara dari koalisi 8 partai pengusung Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno (Maju) sekitar 70 persen.
Baca juga: Kuasa Hukum MAJU Sebut Keterlibatan Risma Telah Terungkap dalam Sidang
"Jangan jumawa. PDIP tidak perlu terlalu konfiden. Jangan terlalu percaya diri. PDIP Surabaya harus mengevaluasi diri dan romantisme politik di internal partai. Bagaimanapun juga sosok figur yang diusung juga sangat menentukan," jelasnya.
Sementara Pengamat politik dari Surabaya Survei Center (SSC) Surokim Abdussalam mengatakan, munculnya Banteng Ketaton Surabaya merupakan tantangan bagi PDIP dalam konteks Pilwali Surabaya 2020.
"Saya melihat munculnya Banteng Ketaton juga bagian dari adanya faksi kultural. Itu aspirasi masing-masing dan sah-sah saja dalam politik. Toh semua sedang berusaha berebut untuk voters (pemilih)," terang Surokim.