jatimnow.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerapkan dua tagihan sekaligus terhadap tanah surat ijo. Yakni Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Izin Pemakaian Tanah (IPT).
Dua tagihan ini diberlakukan jauh sebelum ada payung hukumnya. Sehingga, uang beserta bunga retribusi itu tidak jelas juntrungnya.
Itu terungkap dalam bedah buku berjudul "Arek Suroboyo Menggugat, Mengakhiri Praktik Persewaan Tanah Negara di Surabaya" yang diinisasi oleh Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo Surabaya (P2TSIS).
Baca juga: Machfud Arifin Ikhlas dan Doakan Eri Cahyadi-Armudji
Pemkot Surabaya baru sah mendapat hak pengelolaan atas tanah surat ijo setelah keluar keputusan BPN 53 tahun 1997.
"Sebelum keputusan BPN itu turun, Pemkot Surabaya sudah menarik retribusi sejak puluhan tahun. Lalu kemana uang beserta bunganya, kalau nanti berhasil menjadi SHM (sertifikat hak milik), retribusi plus bunga harus dikembalikan," terang Prof Dr Eko Sagitario saat menjadi pembahas bedah buku di Surabaya, Sabtu (21/11/2020).
Prof Eko mengungkapkan, surat tagihan retribusi Pemkot Surabaya lebih tepat sebagai surat ancaman. Karena isi surat menyebutkan jika tidak membayar dalam tempo yang diberikan, maka hak pemakaian tanah akan dicabut.
"Jadi surat tagihan lebih tepat surat ancaman," jelasnya.
Pembahas kedua, Prof Drs Herry Purno Basuki menambahkan, Pemkot Surabaya merasa retribusi IPT ditiadakan akan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Padahal, jika wali kota kreatif dan inovatif, penghapusan retribusi tanah surat ijo tidak akan berdampak.
"Pemimpin itu harus kreatif, apalagi sekarang itu jamannya kreatifitas dan inovasi," ujarnya.
Prof Herry memandang, aturan dan udang-undang yang sering dijadikan alasan oleh Pemkot Surabaya sebagai pengganjal melepas surat ijo dibuat oleh manusia.
"Itu yang buat manusia, yang bisa merubah juga manusia. Apa susahnya," katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Penasehat P2TSIS, Muhammad Farid mengungkapkan, bahwa dalam buku yang diterbikan oleh Airlangga University Press ini juga memuat komitmen Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota Surabaya nomor urut 2, Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno (MAJU) yang akan bersama-sama rakyat menyelesaikan masalah tanah surat ijo.
Baca juga: Kuasa Hukum MAJU Sayangkan Dana Kampanye Erji Nol Rupiah Tak Ditindak
"Hanya Pak Machfud dan Mujiaman yang berkomitmen dengan pemilik tanah surat ijo dari awal. Beliau berkomitmen kuat agar masalah ini segera tuntas," ujarnya.
Mantan Bupati Lamongan ini menganggap enteng beredarnya kontrak politik Eri Cahyadi dan Armudji dengan penghuni surat ijo.
Menurutnya, selama ini penghuni surat ijo sama sekali tidak pernah melakukan pernjanjian politik dengan Eri-Armudji.
"Ruwet (ribet). Isi kontrak itu nggak jelas. Saya juga baru tahu itu. Yang jelas P2TSIS tidak ada kontrak dengan Eri-Armudji," ungkapnya.
Farid juga menyesalkan isi dalam kontrak tersebut. Sebab, tanah surat ijo dianggap sebagai barang milik daerah.
"Saya nggak tahu, barang milik daerah yang mana mau dihibahkan, tanah surat ijo itu bukan milik daerah," tegasnya.
Dia menambahkan, pada tahun 1970 bahwa sudah ada agreemen antara wali kota Surabaya dengan gubernur Jawa Timur. Yakni tanah negara yang partikelir bisa dijadikan hak milik. Sayangnya, pada tahun itu wali kota Surabaya tidak pernah menindaklanjuti.
Baca juga: Kuasa Hukum MAJU Sebut Keterlibatan Risma Telah Terungkap dalam Sidang
"SK HPL 1953 ada 11 diktum, dan itu syarat yang harus dicukupi oleh Pemkot Surabaya. Tiga diktum itu cacat hukum, cacat administrasi, dan cacat prosedur, sehingga pemkot tidak memenuhi diktum yang ada," tandas Farid.
Sementara itu, Calon Wakil Wali Kota Surabaya nomor urut 2, Mujiaman Sukirno yang hadir pada acara itu mengatakan, dalam buku tersebut sudah memuat sejarah surat ijo, dasar hukum, dan solusi. Saat ini tinggal kehendak dan kemauan pemimpinnya.
"Machfud-Mujiaman siap berjuang bersama rakyat untuk surat ijo menjadi SHM. Secara hukum bisa dipertanggungjawabkan, secara politik juga bisa dikerjakan," tegasnya.
Mantan Dirut PDAM Kota Surabaya ini juga mengatakan bahwa Machfud Arifin-Mujiaman akan berjuang bersama rakyat untuk membuat surat ijo menjadi SHM.
"Langkah pertama retribusi akan dihapus. Berikutnya SHM di depan mata, karena bisa dipertanggungjawabkan secara akademik dan politik," pungkasnya.