Surabaya - Peristiwa pelecehan seksual yang marak pada belakangan ini membuat Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya melakukan antisipasi dini dalam pencegahannya.
Kampus merah putih ini membentuk panitia dan tim khusus dengan tujuan untuk memelototi tindakan yang tak sesuai norma pendidikan tinggi itu.
Rektor Untag Surabaya, Prof. Dr. Mulyanto Nugroho, MM., CMA., CPA mengatakan kebijakan tersebut juga bertujuan untuk menjawab Permendikbud nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.
Baca juga: Unisba dan Untag Surabaya Kolaborasi Atasi Masalah Sampah dengan Cara Ini
Ia mengaku, sebelum munculnya peraturan tersebut juga sempat menelisik pengaduan pelecehan seksual di lingkungan kampusnya. Setelah ditelisik, informasi tersebut diakuinya merupakan surat kaleng biasa.
"Tapi kalau ada betul kami akan melakukan tindakan tegas. Demikian juga kami ada tim etik yang unsur anggotanya dari mahasiswa ada unsur dosen ada Tendik (tenaga pendidik) juga. Ada semua yang mewakili fakultas," ujarnya, Kamis (27/1/2022).
Antisipasi lain, mantan Direktur Politeknik Untag Surabaya itu juga melarang dosen melakukan bimbingan tugas akhir baik yang D3 hingga S3 di luar kampus. Sebab, kampus sendiri telah melengkapi berbagai fasilitas bimbingan di kampus untuk meminimalisir adanya pelecehan.
"Karena bisa terjadi pelecehan itu dilakukan di luar. Jika memang ada akan ada sanksi-sanksi tegas setelah dilakukan verifikasi oleh tim pokja dan tim etik," tandasnya.
Baca juga: Budayawan Kota Batu Minta Maaf Sudutkan Institusi Kepolisian dan Tentara dalam Orasi
Sementara itu, Humas Untag Surabaya Karoline Rista menyebut pihaknya juga telah menyiapkan konseling center untuk melayani para mahasiswa yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan. Utamanya terkait pelecehan seksual.
Selain itu, Untag juga telah membentuk tim khusus sebelum ada kasus pelecehan seksual jauh sebelumnya. Salah satunya career center yang didirikan sejak 2014 yang bertujuan untuk pendampingan mahasiswa.
"Sampai sejauh ini ketika mereka punya masalah dalam pacaran bisa mengakses layanan ini secara gratis. Harapan kami demikian ketika masalah itu kecil tetapi dia tak mampu menghadapinya mari bersuara. Ini yang kami lakukan terus menerus," ungkapnya.
Dosen Psikologi Pendidikan Untag Surabaya, itu juga menuturkan setiap kejadian yang tidak menyenangkan salah satunya terkait pelecehan seksual akan membawa dampak psikologis terhadap seseorang. Apalagi level psikologis setiap orang berbeda-beda.
Baca juga: Untag Surabaya Rawat Pemikiran Bung Karno Melalui Seminar Nasional Kebangsaan
"Pada level manusia atau korban mungkin dia akan beraksi seakan-akan biasa saja, tetapi pada korban tertentu kondisi psikologisnya lebih rentan mereka bisa sampai level depresi. Yang harus menjadi perhatian adalah support sistem," terangnya.
Olin, sapaan akrabnya, mencontohkan jika korban berani bersuara, keluarga menjadi support sistem pertama yang baik, agar korban lebih berani bersuara dan semua tindakan kekerasan diharapkan bisa hilang. Bukan justru menambahi stres atau beban korban.
"Yang bisa kita lakukan berhenti menghakimi, kalimat yang menyepelekan contoh move on dong jangan itu lagi itu lagi yang kamu bahas. Ketika membahas itu artinya masih membekas. Kekerasan seksual bukan hal mudah untuk disampaikan. Itu ada yang namanya privasi. Kalau dia bersuara artinya dia mempercayai anda untuk menjadi tempat dia mencari solusi. Mari hadapi tanggapi korban dengan cara yang bijak," jabarnya.