jatimnow.com - Keberadaan Makam Mbah Batu di Dusun Banaran, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu kerap didatangi peziarah dari berbagai daerah.
Mbah Batu adalah sosok leluhur atau tokoh babat alas Kota Batu yang hidup di era Pangeran Diponegoro.
Dari cerita yang beredar, nama aslinya adalah Dewi Condro Asmoro. Sosok tersebut biasa dipanggil Mbah Wastu atau Mbah Tuwo.
Baca juga: KWB Super Adventure 7 di Kota Batu Diikuti 3.000 Riders
Seiring berjalannya waktu, pelafalan nama itu mengalami penyingkatan menjadi Mbah Tu yang kemudian menjadi cikal bakal penamaan Kota Batu.
Latar belakang sejarah inilah yang menjadikan makam di derah Bumiaji itu dianggap memiliki kekuatan magis.
Tak sedikit, masyarakat baik dari Kota Batu maupun dari luar kota selalu menyambangi makam ini untuk berziarah. Tak jarang ada yang meminta doa restu keselamatan hingga ngalap berkah.
Dari sekian cerita yang beredar, ada satu cerita dari makam ini yang mungkin dapat membuat bulu kuduk berdiri.
Kisah ini diungkapkan Wahyudi (44), salah satu peziarah asal Singosari Kabupaten Malang. Dia mengaku sudah menginap di kompleks makam ini sejak akhir 2021 lalu.
“Sehari-hari saya mengisi kegiatan dengan beribadah dan berdiskusi dengan sesama pegiat spiritual. Ini karena saya dapat dawuh dari guru-guru saya,” ungkap Wahyudi, Kamis (3/11/2022).
Baca juga: Pj Wali Kota Batu Puji Atlet Disabilitas Berprestasi di Peparnas XII 2024
Waktu di sana Wahyudi acap kali mengalami kejadian mistis atau di luar nalar. Misalnya, adanya pusaran angin yang terjadi hanya di dalam area makam.
“Padahal waktu itu tidak ada apa-apa di luar, tapi di dalam angin cukup kencang. Nah itu tak hanya sekali terjadi, tapi cukup sering. Jujur gak tahu itu pertanda apa,” ungkapnya.
Meski begitu, menurut Wahyu, memang Mbah Batu dulunya memiliki julukan Kiai Gubuk Angin.
Berdasar cerita berturut yang beredar, Mbah Wastu disebut sebagai tokoh bedah kerawang atau babat alas (pendiri) wilayah, yang berada di lereng Gunung Arjuno dan Panderman ini.
Bicara sosok Mbah Wastu, ia adalah murid Pangeran Rojoyo yang tak lain anak Sunan Kadilangu, cicit Sunan Kalijogo. Kehadiran Mbah Wastu sampai di Batu, karena melarikan diri dari kejaran tentara Belanda.
Baca juga: Usai Tinjau SDN 02 Songggokerto, Pj Wali Kota Batu Perintahkan Perbaikan Segera
Sesampainya di lokasi sekarang, Mbah Wastu mendirikan padepokan di kaki Gunung Panderman, dan mengajarkan berbagai ilmu agama Islam.
Untuk mengecoh Belanda, Mbah Wastu yang juga dijuluki Syekh Abul Ghonaim ini punya nama lain, yakni Kiai Gubuk Angin.
Mbah Wastu, Mbah Batu atau Mbah Tu terus mengajarkan berbagai ilmu dan syiar agama Islam di Batu dan wilayah sekitarnya hingga meninggal tahun 1847.
Selain Mbah Wastu, di kompleks makam seluas 500 m² ini terdapat makam tiga tokoh lain, yakni Pangeran Rojoyo, Dewi Mutmainah dan Kyai Naim.