jatimnow.com - Meredanya pandemi Covid-19 memunculkan euforia masyarakat, seperti gelaran tontonan langsung konser, festival, dan pertandingan olahraga yang membuat banyak massa berkumpul.
Tak jarang dalam kegiatan itu membuat penonton berdesak-desakan. Bahkan ada beberapa kasus, seseorang dapat mengalami sesak napas dan henti jantung hingga merenggut nyawa.
Bagaimana jika hal ini terjadi?
Baca juga: Diduga Malpraktik SKH, Tumit Bayi di Sumenep Menghitam Lalu Meninggal
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya, dr. Ardyan Prima Wardhana, Sp.An, memberikan panduan pertolongan pertama yang bisa dilakukan masyarakat apabila menemui seseorang yang tak sadarkan diri akibat henti napas di tengah kerumunan.
dr. Ardyan mengatakan, penyebab kematian akibat kerumunan massa adalah himpitan pada ruangan yang sempit dan tertutup.
"Ketika manusia terhimpit, dia seperti orang tercekik dan tidak bisa bernapas. Lalu dia bisa lemas dan pingsan akibat kekurangan oksigen. Kalau dibiarkan dalam waktu yang lama dapat berujung ke kematian," jelasnya.
Bila menemukan kasus seperti itu, respons yang tepat perlu dilakukan, pertama, korban harus dipindahkan ke lingkungan yang memiliki udara bebas, jauh dari keramaian, dan dibaringkan di permukaan datar.
Selanjutnya, segera melakukan pengecekan respons terhadap orang yang ditolong. Hal pertama yang dicek adalah jalan napas dan napas korban. Caranya adalah mengangkat dagu pasien lalu rasakan dan dengarkan hembusan napas yang keluar dari hidung atau mulutnya.
“Adanya hembusan napas juga dapat terlihat dari dada atau perut pasien yang terangkat. Bila tidak ada hembusan napas dalam 5-10 detik, maka perlu segera mencari bantuan medis,” lanjutnya.
Selagi menunggu tenaga medis datang, penolong harus segera melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR). CPR dapat membantu memperbesar peluang keselamatan pasien. CPR dilakukan dengan tahapan :
Baca juga: Mengenal Ubur-Ubur Bluebottle yang Invasi di Pesisir Selatan Pulau Jawa
1. Letakan pangkal telapak tangan dominan bagian bawah di tengah dada lalu kunci dengan jemari tangan lainnya. Secara spesifik, untuk pria letaknya di pertemuan garis yang menghubungkan puting susu dengan tengah dada. Sedangkan untuk wanita, ditarik garis lurus dari pangkal ketiak ke tengah dada.
2. Memberikan pijat jantung sebanyak 30 kali dengan kecepatan 100 kali per menit (atau sekitar 3-4 tekanan setiap 2 detik). Tangan harus lurus dengan bahu dan sejajar dengan tangan. Ketika melakukan kompresi, badan harus condong ke pasien dan gerakannya dari panggul untuk mengurangi rasa lelah.
3. Lanjut dengan memberikan napas buatan dengan cara menjepit hidung pasien lalu meniupkan udara dari mulut sebanyak dua kali. Teknik dikatakan tepat apabila dada pasien terangkat saat diberikan napas buatan.
4. Ulangi kembali pemberian CPR dengan perbandingan 30 pijat jantung : 2 napas buatan.
Dokter spesialis anastesi itu mengatakan kesalahan yang sering terjadi adalah kecepatan pijat jantung yang terburu-buru, sehingga melebihi dari yang dibutuhkan.
Baca juga: Pemkot Larang Hotel di Batu Undang Artis saat Malam Nataru
Kemudian, ada penolong yang enggan untuk memberikan bantuan napas dari mulut ke mulut. Bila seperti itu, menurut dr. Ardyan, penolong lebih baik tetap menolong dengan pijat jantung dari pada tidak sama sekali.
CPR boleh dihentikan ketika pasien sudah mulai bernapas atau ada instruksi dari tim medis untuk berhenti.
“Yang perlu diingat adalah CPR hanya sebagai pertolongan pertama. Bantuan kepada pasien bisa jadi sia-sia bila tidak ada bantuan medis yang segera datang,” tegasnya.
Walaupun hanya bersifat sebagai pertolongan pertama, namun penting bagi masyarakat untuk memahami CPR agar dapat menyelamatkan nyawa orang lain di tengah kondisi darurat.