jatimnow.com - Ketidakpastian tangkapan ikan terus membayangi para nelayan di Muncar, Banyuwangi. Hampir setahun ini mereka terpaksa menelan kerugian, lantaran tangkapan ikan loyo.
Basit (45), pemilik kapal mengaku bahwa tangkapan ikan terus menurun sejak setahun belakangan. Dari yang semula 4 hingga 5 ton ikan, menyusut di angka 1 ton.
"Sekarang paling bagus 1 ton. Itu rezeki nomplok. Dulu, sekali jalan bisa lebih dari 5 ton, bahkan bisa tembus hingga 10 sampai 15 ton," ungkap Basit kepada jatimnow.com, Senin (13/3/2023).
Baca juga: Sepi Ikan Hilangkan Asa Nelayan Muncar, Perahu Dibiarkan Rusak atau Dilelang
Menurut Basit, kondisi itu tidak bisa menutup biaya operasional sekali jalan. Dijelaskannya, sekali jalan menghabiskan dana hingga Rp12 juta.
"Dana operasional sekali jalan itu antara Rp10 sampai Rp12 juta. Termasuk biaya BBM, perbekalan, dan gaji para ABK," bebernya.
Sehingga, lanjut Basit, bila dalam sekali berangkat hanya mendapat 1 ton ikan, dipastikan dirinya bakal merugi. Karena, 1 ton ikan hanya akan mendapatkan uang berkisar Rp3 juta.
"Setelah dipotong biaya operasional lain termasuk kuli angkut ikan dan transportasi menuju pabrik, uang yang didapat dari 1 ton ikan berkisar Rp3 sampai Rp5 juta. Itu kalau dapat. Seringkali pulang gak bawa ikan dan terpaksa menginap di tengah laut menunggu ikan datang. Lebih sering dapat di bawah satu ton sekarang ini," ungkapnya.
Kendati begitu, Basit mengaku terpaksa tetap melaut demi menghidupi para ABK-nya. Tercatat ada 30 ABK yang menggantungkan hidup pada kapalnya.
Baca juga: Dilaporkan Hilang, Nelayan di Banyuwangi Ditemukan Tewas
"Kasian (anak buah) saya jika tak melaut. Mereka mau makan apa. Ya terpaksa saya berhutang untuk menambal operasional selama ini. Mereka sudah seperti keluarga bagi saya," ujar dia.
Senada, Suhdi (50), pemilik perahu selerek, turut merasakan dampak ekonomi akibat penurunan tangkapan ikan yang cukup signifikan. Alih-alih berhenti karena merugi, Suhdi justru terus mendayung perahu selereknya demi menghidupi para ABK.
"Ya mau gimana lagi. Gak melaut rugi, melaut rugi. Yang saya pikir hanyalah nasib para ABK. Kalau gak melaut mereka mau makan apa," ujar Suhdi.
Selain terus merugi, Suhdi dan nelayan lain turut dibayangi biaya penyusutan kapal. Di mana mesin dan jaring tangkap ikan rutin harus diperbaiki.
Baca juga: Menteri Susi Apresiasi Pengolahan Sampah di Pelabuhan Muncar
Untuk biaya perbaikan diambilkan dari hasil tangkapan ikan. Namun, seiring tangkapan ikan loyo, Suhdi menyebut biaya perbaikan perahu selereknya diambilkan dari pendanaan jalur kredit.
"Hutang mas. Entah dari bank atau teman. Kalau gak diperbaiki ya gak bisa melaut nanti. Rugi pun tetap jalan mas, mau kerja apa sekarang. Penting bisa ngasi makan anak buah saya," tandasnya.