jatimnow.com - Puluhan putra-putra Kiai atau biasa disebut Gus yang tergabung dalam Asparagus di wilayah eks Keresidenan Madiun menggelar silaturahmi kebangsaan di Pendopo Dhalem Agung Kiai Ageng Mohammad Besari Tegalsari, Ponorogo, Kamis Malam (16/8/2018).
Silaturahmi para Gus tersebut merupakan rangkaian acara, dimana Rabu Malam (15/8/2018) telah diselenggarakan ngaji bareng bersama kasidah modern Ki Bagus Harun di Lapangan Josari, Tegalsari, Ponorogo yang dihadiri masyarakat sekitar.
Sementara itu silaturahmi para Gus itu bertema 'Menepis Faktor Kesejahteraan Dalam Radikalisme Dengan Sosialisasi Ketahanan Pangan oleh Para Santri'.
Baca juga: Soal Pemecatan Kiai Marzuki, PBNU: Orang Lain Jangan Ikut Komentar
Acara yang dimotori kalangan Asparagus Ponorogo itu bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur, serta Forum Santri Nasional (Forsana).
Beberapa Gus yang hadir diantaranya yang dari Ponorogo yaitu Gus Sahrul Munir (PP Hudatul Muna Jenes), Gus Saifuddin Rofii (PP Darul Huda Mayak).
Gus Nabil dan Gus Reza (PP Darul Hikam Joresan). Dari Madiun yaitu Gus Nur Ihwan (PP Al Ittihad Kepuh Beluk), Gus Rouf (PP Attohiriyah Selopuro).
Acara semakin semarak dan khitmad sesaat ulama sepuh yang dikenal masyarakat Ponorogo memiliki kharomah/waliyullah, KH Maskhuri Ponpes Hudatul Muna hadir di tengah majelis diskusi yang dinilai para peserta sangat mengejutkan, mengingat beliau jarang berkenan hadir diberbagai acara.
Acara juga dihadiri anggota majelis Mayoran Madiun Raya dan Asparagus Ponorogo, Magetan dan Madiun Raya.
Disisi lain, lokasi acara sengaja dipilih di Tegalsari Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo itu, untuk mengenang kembali akan peran besar yang bersejarah dalam memupuk rasa nasionalisme dan patriotisme oleh Ponpes Gebang Tinatar.
Ponpes ini didirikan oleh Kiai Ageng Moh. Besari sejak era 1600-an, jauh sebelum Republik Indonesia berdiri.
Perdikan atau tanah merdeka Tegalsari menjadi saksi sejarah terkait lahirnya sejumlah tokoh-tokoh besar seperti Kiai Hasan Besari (Cucu Kiai Ageng Moh. Besari), Ki Bagus Harun (Santri Utama yang jadi Pengiring Sultan Pakubuwono II saat mengasingkan diri di Tegalsari/1637), Penyair dan Budayawan Kraton Mataram Ronggowarsito, Bendoro Raden Mas (BRM) Ontowirjo atau Pangeran Diponegoro serta Guru Bangsa HOS Cokroaminoto.
Gus Nabil Hasbullah, Pengasuh Ponpes Darul Hikam Joresan Kec. Mlarak Ponorogo yang juga keturunan Kiai Ageng Moh. Besari mengatakan, peranan umat Islam terutama dari ponpes sangat besar dalam perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Peran besar Ponpes untuk penguatan pondasi berbangsa dan bernegara sudah terbangun jauh sebelum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan.
Peran besar Tegalsari dengan Ponpes Gebang Tinatarnya yang tidak bisa dipisahkan dari dua motor utama Kiai Ageng Moh. Besari dan cucu beliau Kiai Hasan Besari sangat penting dalam lintasan sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
"Diperdikan inilah rasa nasionalisme dan patriotisme yang dibalut pendidikan keagamaan Islam disemaikan secara masif sejak tahun 1600-an khususnya dalam melawan penjajahan Belanda kala itu," kata Gus Nabil dalam acara tersebut.
Peran besar Tegalsari semakin menguat pasca Sri Sunan Pakubuwono II menjadi santri di ponpes tersebut dan para santri-santrinya menjadi motor berdirinya sejumlah ponpes besar bersejarah lainnya seperti Ponpes Termas Pacitan, Ponpes Sewulan Madiun, Ponpes Darussalam Gontor Ponorogo, Ponpes Lirboyo, Ponpes Ploso dan ponpes lainnya.
Baca juga: Relawan Santri Nderek Kiai Bojonegoro Optimis Menangkan Prabowo-Gibran Satu Putaran
"Sejumlah keturunan Kiai Ageng Moh Besari ini telah menyebar dan menjadi perintis pendirian ponpes besar di beberapa wilayah di Jawa khususnya Jawa Timur. Bahkan raja-raja Selangor dan Johor Malaysia dipastikan masih ada darah keturunan dari salah satu putra Kiai Ageng Moh Besari yaitu Zainal Abidin," terang Gus Nabiel.
Meski demikian, lanjut Gus Nabiel, keberadaan dan peran emas perdikan Tegalsari ini sudah memudar ditelan zaman seiring kemunduran keberadaan kiprah Ponpes Gebang Tinatar tersebut, yang konon dahulu memiliki santri hingga 10.000 orang.
"Para Gus di wilayah sekitar Ponorogo sangat antusias ketika kami undang untuk bisa ngumpul dan jagongan bareng di pendopo Dhalem Agung Tegalsari guna meng-uri-uri (menggali kembali) sejarah ," tambahnya.
Tantangan ponpes dan para santri terkait upaya ikut serta mengatasi problem Bangsa Indonesia saat ini sangat dinantikan.
"Ponpes dan santri sumbangsihnya sangat ditunggu guna menjawab problem besar seperti radikalisme, globalisasi, krisis pangan, memudarnya identitas dan karakter building bangsa. Serta menipisnya nasionalisme yang mengancam keutuhan NKRI. Salah satu antisipasi itu, mengusung spirit perjuangan Kiai Kasan Besari di masa lalu dengan membekali santrinya wawasan kebangsaan," jelas Gus Nabil.
Gus Nabil perlu menegaskan bahwa santri wajib menjaga keutuhan NKRI untuk menjawab tantangan global yang mengancam negeri ini. Termasuk dalam mengambil peran sebagai insan nasionalis yang tidak mengabaikan Islam sebagai agamanya.
Gus Thoriq Darwis bin Ziyad, Ketua Forsana yang juga pengasuh Ponpes Babussalam Pagelaran Kab. Malang menyatakan, memperkuat peran ponpes dan para santri menjaga keutuhan NKRI saat ini menjadi keniscayaan.
"Negara saat ini telah mengakui keberadaan ponpes dan santri dengan adanya Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tahunnya. Kedepan definisi kata santri mesti juga dikukuhkan. Kami mendorong pemerintah RI untuk mematenkan definisi Santri yaitu Insan Taat Republik Indonesia. Artinya siapapun yang taat NKRI itu layak disebut SANTRI," kata Gus Thoriq yang dikenal juga sebagai inisiator Hari Santri Nasional.
Baca juga: Capres Prabowo Temui Kiai se-Pantura Jatim di Ponpes Langitan Tuban
Dalam kesempatan tersebut Gus Thoriq juga kembali melontarkan gagasannya terkait perlunya penetapan keberadaan doa resmi kenegaraan yang digunakan dalam setiap momen acara resmi di Indonesia.
"Setahu saya di sejumlah negara, khususnya yang penduduknya mayoritas muslim memiliki doa resmi kenegaraan, itu berlaku di Arab Saudi, Malaysia, Brunei Darussalam dan beberapa lainnya. Sudah saatnya Indonesia juga punya doa resmi kenegaraan," terang Gus Thoriq.
Reporter: Mita Kusuma
Editor: Erwin Yohanes