jatimnow.com - Teknologi baru terbarukan menjadi kebutuhan utama sebagai penyangga kota besar. Bukan hanya sekadar komitmen untuk menjaga lingkungan, namun manfaat besar bagi keberlangsungan hidup masyarakat yang kian komplek.
Wawan Abdillah (28) baru sadar sampah air mineral yang selama ini selalu dibuangnya ternyata bisa dipakai untuk membayar biaya bus ketika dirinya pertama kali datang ke Kota Pahlawan. Dua botol air mineral bisa membawanya menempuh perjalanan dari Terminal Purabaya ke kawasan Tunjungan Plasa.
Ia masih menggelengkan kepalanya ketika turun dari Bus Suroboyo dan hanya menyerahkan sampah botol plastik ke petugas untuk biaya perjalanan yang ditempuhnya selama 35 menit.
Baca juga: Pengelolaan Sampah di Surabaya Bakal Jadi Percontohan Nasional
"Kok bisa hanya dibayar botol," kata Wawan sambil terus memandang bus yang perlahan melaju ke arah Jalan Basuki Rahmat Surabaya, Kamis (31/8/2023).
Iwan, panggilan akrabnya, merupakan pendatang yang baru tiga bulan ini berada di Surabaya. Ia memilih untuk indekost di kawasan Tidar, tak jauh dari pusat kota. Sebuah kamar berukuran 3x3 meter ditempatinya dengan sebuah lampu berwarna kuning yang memiliki daya 15 watt. Beberapa hari ini ia baru tahu kalau listrik di Surabaya sebagian disumbang oleh sampah kota yang diubah menjadi energi listrik bagi masyarakat.
Kemacetan dan sampah menjadi persoalan klasik yang selalu terjadi di kota-kota besar. Surabaya mengambil langkah cerdas dengan menempatkan persoalan kota menjadi pendulang emas ketika mengolah sampah menjadi energi listrik yang membuat benderang perkampungan dan mengubah perwajahan kota.
Menikmati malam di Kota Pahlawan seperti bermandikan cahaya, baik yang ada di sepanjang jalan, tepian sungai sampai lampu yang membentang di permukaan Kalimas Surabaya memancarkan pesona. Seperti berbicara dengan nuansa ketika menyusuri Kota Surabaya dengan riang lampu-lampunya.
Di kawasan Surabaya Barat, ada dua bangunan menjulang yang terlihat paling tinggi, Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) dengan desain mangkok dan salah satu stadion megah berstandar FIFA. Sementara bangunan tinggi lainnya yang tak jauh dari GBT adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Keduanya saling berhadapan, bangunan menjulang dalam menyapa peradaban dan perjalanan panjang sebuah kota.
Keduanya menjadi anomali. GBT menjelma kebanggaan dan identitas sepak bola di Kota Pahlawan. Nyanyian suporter terdengar riuh, memecah segenap jiwa yang ditumpahkan dalam pekik kemenangan tim, kebanggaan yang menjadi nafas kehidupan bagi warga, karena sepak bola adalah aliran darah di tengah lelah.
Dan bertahun-tahun lamanya, tumpukan sampah yang terus mengunung di dekat stadion itu selalu dikeluhkan. Kawasan itu yang selalu menebar bau pekat dan menyengat. Sebanyak 1.500 ton sampah per hari datang dan terus menyisakan persoalan.
Kini, tumpukan sampah yang dulu dikutuk para warga karena bau dan lindi yang mengalir, kini ada cahaya yang bisa dihasilkan. Perjalanan Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) yang berada di TPA Benowo mampu merevolusi cara kehidupan warga, dan listrik yang bisa disimpan untuk mengawali kemandirian kota melalui energi baru.
Hilangnya bau dan cara pengolahan sampah yang terpadu mengiringi perjalanan PSEL yang berada di TPA Benowo. PSEL menapaki jalan yang terjal. Tumpukan sampah yang puluhan tahun menebar bau, kini menjadi ladang emas berupa listrik yang bisa dimanfaatkan warga. Mengubah segala sendi kehidupan yang lebih baik.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menuturkan, pembangunan PSEL Benowo yang dilakukan pemkot sebenarnya sudah dimulai sejak 2012 dengan menggandeng kerjasama PT. Sumber Organik.
Saat itu, proses mengolah sampah menjadi listrik masih menggunakan metode Landfill Gas Power Plant. Metode ini mampu menghasilkan energi listrik 2 Megawatt dari 600 ton sampah per hari.
Jalan berliku masih ditemui dengan beragam kegagalan. Kemudian pada 2015, pemkot yang bekerjasama dengan PT. Sumber Organik ini mulai menggunakan metode Gasification Power Plant untuk mengolah sampah menjadi listrik.
Target awalnya, pada 2020 melalui metode ini sudah dapat mengolah sampah menjadi listrik. Tercatat sejak 10 Maret 2021 sudah proses dan bisa menghasilkan listrik 9 Megawatt dari setiap 1.000 ton sampah per hari.
Listrik yang dihasilkan dari pengolahan sampah ini kemudian menjadi kewenangan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Metode Gasification Power Plant ini mampu mengolah sampah menjadi listrik. Langkah pertama, sampah yang telah ditimbang akan dimasukkan waste pit atau proses pemilahan.
Kemudian, sampah itu diayak menggunakan crane seperti capit dan dimasukkan ke dalam Boiler. Ketika di dalam Boiler itulah proses pembakaran dilakukan. Metode ini pun terbilang lebih cepat dibanding sebelumnya Landfill Gas Power Plant.
Saat ini, katanya, sampah yang dihasilkan Kota Surabaya mencapai sekitar 1.500 ton per hari. Sedangkan jenis sampah yang diolah di TPS Benowo adalah sampah domestik atau rumah tangga. Sementara untuk jenis sampah seperti limbah mebel, diolah kembali di lokasi lain untuk dimanfaatkan menjadi barang lainnya.
PSEL Benowo ini bakal menjadi pilot project proyek strategis nasional. Sebab, di Indonesia baru pertama kali instalasi pengolahan sampah terbesar menjadi listrik dilakukan.
Baca juga: Mayat Bayi Terbungkus Kain Ditemukan di Tempat Pembuangan Sampah
"Jadi ini menjadi pilot project nasional," katanya.
Sampah juga merevolusi berbagai sektor untuk bertumbuh. Pengelolaan yang tepat membawa dampak besar bagi kelangsungan hidup manusia. Keberadaan sampah kini bukan lagi mempersoalkan baunya, namun manfaat yang bisa dimaksimalkan oleh masyarakat.
Persoalan sampah mulai dari hulu sampai hilir mulai dipecahkan. Di Surabaya, dari sampah-sampah yang ada di tiap rumah, para warga bisa memakainya untuk biaya sekolah maupun membayar moda transportasi umum.
Sejak di rumah-rumah warga, perjalanan sampah sudah diatur untuk bisa dimaksimalkan. Perjalanan dengan rute paling panjang nantinya akan berakhir di PSEL yang diubah menjadi listrik.
Langkah kecil yang dilakukan Wawan Abdillah dengan menempatkan sampah botol plastik memiliki bagian kecil dalam pembangunan listrik yang dilakukan di sebuah kota besar. Ia mendapatkan benefit transportasi serta Kota Surabaa bisa menghasilkan listrik untuk warganya.
Masyarakat Surabaya juga lega ketika sampah yang menumpuk di TPA Benowo sudah ada solusi jangka panjangnya. Sampah yang menggunung itu menjadi penemuan energi baru. Harapan itu membuncah ketika persoalan sampah bisa diatasi dan energi baru bisa diperoleh untuk kemakmuran negeri.
Presiden RI Joko Widodo sendiri merasa senang ketika PSEL berbasis teknologi ramah lingkungan di Benowo sudah berjalan. Saat meresmikan serta melihat langsung PSEL beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi menuturkan, peraturan Presiden (PP) terkait percepatan pembangunan instalasi PSEL ini telah disiapkannya sejak 2018. PP No. 35 Tahun 2018 tersebut, diterbitkannya sebagai landasan hukum bagi pemerintah daerah yang ditunjuk agar mempercepat realisasi pembangunan instalasi PSEL.
"Karena pengalaman yang saya alami sejak tahun 2008, masih jadi wali kota, kemudian gubernur, kemudian Presiden, tidak bisa merealisasikan pengolahan sampah dari sampah ke listrik, seperti yang sejak dulu saya inginkan di Kota Solo waktu menjadi wali kota," kata Presiden Jokowi waktu itu.
Ia menambahkan, dahulu pemerintah daerah masih takut untuk bergerak merealisasikan pembangunan instalasi PSEL tersebut. Selain dikarenakan belum adanya payung hukum yang jelas, ditambah lagi dengan kendala mengenai PP pengelolaan barang milik daerah.
"Tapi memang kecepatan bekerja Pemerintah Kota Surabaya patut kita acungi jempol. Sehingga ini selesai yang pertama dari tujuh kota yang saya tunjuk lewat Peraturan Presiden. Ini yang pertama jadi," katanya.
Presiden Jokowi menyatakan, dari tujuh kota/kabupaten yang ditunjuk di dalam PP No 35 Tahun 2018, hanya Surabaya yang telah mampu menyelesaikannya. Sementara bagi daerah lain, masih maju mundur terkendala masalah tipping fee hingga urusan barang milik daerah.
Ia menegaskan, bahwa urusan sampah bukan hanya sekadar mengolah sampah itu menjadi sumber energi listrik. Tapi hal ini juga berkaitan dengan urusan kebersihan kota. Makanya, ia kembali mengapresiasi langkah cepat Pemkot Surabaya dalam mempercepat realisasikan pembangunan instalasi PSEL berbasis teknologi ramah lingkungan.
"Nanti kota-kota lain akan saya perintah untuk sudahlah tidak ruwet-ruwet (rumit), pakai ide-ide. Lihat saja di Surabaya, tiru copy," jelasnya.
Eri melanjutkan, TPA di Benowo Surabaya ini sudah beroperasi sejak 2001. Saat itu, volume sampah yang masuk dan bisa diolah di TPA seluas 37,4 hektar ini mencapai sekitar 1.600 ton per hari.
"Tapi karena pemkot ingin melakukan pengolahan secara efektif, maka peran serta masyarakat kita tingkatkan dengan 3R (reduce, reuse, dan recycle). Sehingga itu dapat mengurangi sampah yang masuk ke TPA Benowo sampai 20 persen," kata Eri.
Namun begitu, pihaknya masih ingin lebih efektif lagi dalam mengatasi masalah manajemen pengelolaan sampah. Karena itu kemudian, Pemkot Surabaya menggandeng kerjasama dengan PT. Sumber Organik. Hasil kerja sama inipun akhirnya menghasilkan energi listrik 11 megawatt. Dengan rincian, 2 megawatt melalui metode Landfill Gas Power Plant dan 9 megawatt dari Gasification Power Plant.
Baca juga: Diresmikan, Presiden Jokowi Acungi Jempol untuk Instalasi PSEL Benowo Surabaya
Tantangan kota maju tak hanya kuat dalam pembangunan infrastruktur, namun juga seimbang dalam menjaga lingkungan. Ruang terbuka hijau (RTH) yang tetap dijaga di Kota Surabaya menjadi modal penting dalam mempertahankan keseimbangan kehidupan, termasuk bisa memperoleh energi baru yang bermanfaat bagi warganya.
Presiden Joko Widodo pun berkali-kali menyampaikan bahwa kota besar di Indonesia memang tengah menghadapi permasalahan sampah yang cukup krusial. Pasalnya, sampah tersebut tak hanya akan menimbulkan pencemaran lingkungan, tetapi juga akan menghasilkan lindi yang berdampak terhadap penurunan kualitas air.
Keberadaan PSEL di kawasan Benowo yang tengah beroperasi ini juga menggandeng beberapa tenaga ahli dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Mereka adalah Prof Ir Joni Hermana MScES PhD (Teknik Lingkungan), I Dewa Ayu Agung Warmadewanthi ST MT PhD (Teknik Lingkungan), Ary Bachtiar Krishna Putra ST MT PhD (Teknik Mesin), Dimas Anton Asfani ST MT PhD (Teknik Elektro), Ir Mudji Irmawan Arkani MT (Teknik Sipil), dan Hendra Cordova ST MT (Teknik Fisika).
I Dewa Ayu Agung Warmadewanthi, salah satu anggota Tim ITS yang terlibat dalam PSEL Benowo menuturkan, permasalahan sampah di Surabaya waktu itu cukup akut. Menyadari bahwa jumlah sampah terus meningkat dan lahan TPA Benowo yang tidak mampu menampungnya, maka sejak 2010 konsep Waste to Energy mulai digagas Pemkot Surabaya dengan menggandeng ITS untuk penanganan teknologi serta segala sesuatu yang berkenaan dengan hal teknis.
“Inilah implementasi konsep public private partnership dalam bidang infrastruktur persampahan yang pertama kali diterapkan di Indonesia,” kata Wawa, panggilan akrabnya.
Alumnus National Taiwan University of Science and Technology (NTUST) ini menambahkan, pengolahan yang diharapkan dapat menghasilkan energi listrik sebesar 9 MW ini nantinya akan menambah energi listrik sebesar 2 MW yang sudah dihasilkan oleh pemanfaatan methane gas dari landfill di TPA Benowo.
Wawa berharap PSEL ini mampu mereduksi sampah yang ditimbun ke lahan TPA Benowo. Kontribusi masyarakat Kota Surabaya pun diharapkan agar teknologi ini dapat beroperasi secara berkelanjutan. Dengan perlahan mengurangi pemakaian energi fosil, maka masa depan masyarakat di kota maju bisa dikelola dengan baik.
Kehadiran energi dari sampah perkotaan ini menjadi pendulum dalam merintis energi masa depan negeri. Tentu tak hanya bisa dilakukan di Surabaya, namun bisa dilakukan diberbagai kota di Indonesia untuk menyangga kebutuhan energi dalam negeri.