jatimnow.com - Polda Jatim menetapkan 5 orang ditetapkan menjadi tersangka kasus penembakan terhadap Muarah (49) Sampang. Salah satunya merupakan seorang kepala desa yang menjadi otak penembakan.
Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Totok Suharyanto mengatakan kelima tersangka yakni MW, H, dan S warga Sampang, serta AR dan HH warga Pasuruan
"MW (38) pekerjaan sebagai kepala desa tinggal di Ketapang Daya Sampang. Perannya adalah yang melakukan perencanaan," kata Kombes Pol Totok Suharyanto di Mapolda Jatim, Kamis (11/1/2024).
Baca juga: Kapolri dan Panglima TNI Tinjau Kesiapan Pengamanan Pilkada Serentak di Jatim
Totok mengatakan, tersangka MW memerintahkan tersangka H untuk mengawasi pergerakan korban. Selanjutnya tersangka H memerintahkan AR untuk menjadi eksekutor dalam penembakan tersebut.
"Tersangka AR selaku eksekutor yang melakukan penembakan terhadap korban sekaligus yang bersangkutan juga pemilik senjata api yang salah satunya digunakan melakukan penembakan terhadap korban pada saat peristiwa," jelasnya.
Selanjutnya, peran tersangka S mengawasi dan memantau kegiatan korban Muarah setiap harinya sebelum kejadian penembakan. Untuk tersangka HH, perannya sebagai joki yang membonceng AR saat peristiwa penembakan.
Baca juga: Rakor Pengamanan Pilkada 2024 dengan Polda Jatim, Ini Pesan Pangdam Brawijaya
Dalam pengakuannya, lanjut Totok, AR memiliki kemampuan menembak dimiliki AR karena sering berlatih sejak 2021.
"Awalnya dari hobi, dan sering berlatih. Sehingga saat peristiwa penembakan langsung tepat sasaran," ujarnya.
Totok menjelaskan, tersangka MW menjanjikan bayaran sebesar Rp500 juta kepada tersangka yang lain. Namun, baru memberikan uang sebesar Rp50 juta.
Baca juga: Polda Jatim Atensi Kasus Perundungan di SMA Gloria 2 Surabaya
Atas perbuatannya tersangka HH, H, dan S dikenakan Pasal 353 Ayat 2 Subs 351 Ayat 2 KUHP Jo 55, 56 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Sedangkan tersangka MW dan AR dikenakan pasal Pasal 353 Ayat 2 Subsidair 351 Ayat 2 KUHP Jo 55, 56 KUHP atau Pasal 1 Ayat 1 UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dengan ancaman 20 tahun penjara.