jatimnow.com - Industri hijau (green industry) menghasilkan multi-effect untuk menyelesaikan permasalahan daerah yang tengah meradang di Gresik. Meski disebut sebagai Kota Industri, namun ungkapan tersebut hanya dianggap angin lalu.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Gresik, Ahmad Nurhamim, saat acara Workshop Green Journalism, yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Gresik dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2024 di Hotel Mercure, Ancol Jakarta, Senin (19/2/2024).
"Gresik selalu diagungkan dengan sebutan Kota Industri. Tapi lagi-lagi kita punya data anomali yang menyebutkan problem daerah di tengah ribuan perusahaan di Gresik," ungkapnya.
Baca juga: Dinkes dan PWI Gresik Gelar Workshop Integrasi Layanan Primer
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Gresik itu juga menyebutkan 4 problem daerah yang sedang terjadi. Pertama, angka pengangguran terbuka yang masih tinggi yakni di atas rata-rata jatim dan nasional.
Kedua, angka kemiskinan yang masih tinggi. Ketiga, anggaran fiskal daerah yang sedang kolaps. Dan yang Keempat, infrastruktur.
"Jangan sampai ini ditambah dengan satu problem lagi yang kaitannya dengan industri hijau ini. Maka ke depan harus bagaimana kita? Kita bangga kalau pertumbuhan ekonomi gresik tinggi di atas 7 persen, tapi maknanya apa jika angka kemiskinan kita tinggi, angka pengangguran terbuka kita juga tinggi? Berarti ada hal yang salah dengan pengelolaan Gresik," tuturnya.
Politisi yang biasa dipanggil Anha itu juga menyampaikan pengelolaan industri hijau bisa memberikan dampak signifikan terhadap 4 problem daerah yang saat ini terjadi. Contoh dalam pengelolaan persampahan.
Baca juga: PWI Gresik Gelar Baksos Kesehatan dan Penghijauan di Pesisir
"Bagaimana industri ini bisa be back dalam menyelesaikan problematika Gresik. Maka Kami di DPRD Gresik membuat 3 regulasi inovasi, yakni Perda Ketenagakerjaan, Perda Kemitraan, dan Perda persampahan," terangnya.
Regulasi Ketenagakerjaan tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2022 tentang penggunaan tenaga kerja lokal minimal 60% di perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah Kota Pudak Gresik.
Kemudian, pengelolaan sampah dalam Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Gresik Nomor 5 Tahun 2017. Serta Perda Fasilitasi Kemitraan untuk menstimulasi tumbuhnya geliat ekonomi menengah ke bawah di Kabupaten Gresik.
"Bayangkan kalau hari ini limbah Freeport bisa kita kelola, kita tidak perlu mengganggu untuk produk konsentrat dan lain halnya. Komponen apa saja yang potensial seperti tinja pekerja, retribusinya bisa kita ambil Rp 120 ribu untuk satu kubiknya. Kotorannya bisa kita kelola entah jadi pupuk atau gas apa, coba kita manfaatkan potensinya bisa jadi multi effect, " jelasnya.
Baca juga: Wilmar dan PWI Gresik Tanam 1000 Tabebuya di Area Green Zone
Ia meminta Pemerintah mengkolaborasikan antara masyarakat dan perusahaan melalui hal-hal yang kecil, untuk bisa menyelesaikan problem di Gresik.
"Kita nggak hanya fokus di CSR, tapi pengelolaan yang tidak terlihat tapi besar. Seperti limbah-limbah kecil," tuturnya.
Ia mengajak PT. Freeport Indonesia bersama media dalam mendorong pengaplikasian industri hijau. Ide dan gagasan itu bisa menjadi referensi untuk pemerintah Kabupaten dalam penyusunan RPJPD tahun 2025-2026.
"Kami DPRD Gresik selalu mendorong kegiatan yang produktif baik dari komponen masyarakat, PWI atau yang lainnya. Semoga ini bisa menjadi dinamisasi hubungan komunikasi yang baik untuk kesejahteraan masyarakat ke depan," pungkasnya.