jatimnow.com - Edukasi politik tidak hanya penting bagi kelas menengah ke bawah, tapi juga harus diberikan pada kalangan menengah ke atas dan yang berpendidikan. Hal itu ditegaskan oleh Jubir Menteri Pertahanan RI Dr. Dahnil Anzar Simanjutak, M.E.
Dia menyampaikan pandangan itu dalam diskusi Harmoni Membangun Negeri di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Senin (13/5/2024).
Baca juga: Ekspose Sejarah Politik Lumajang, Bunda Indah: Semua Harus Tahu, Terutama Milenial
Acara yang dilaksanakan Pusat Studi Islam dan Filsafat UMM dan bertajuk Refleksi Kedewasaan Berdemokrasi Pasca Pemilu 2024 itu dihadiri pemateri andal serta ratusan anak muda.
Dahnil menjelaskan, bahwa kebanyakan masyarakat ekonomi lemah biasanya berlalu dan melanjutkan hidup mereka setelah pemilu usai.
Sementara, sebagian kelas menengah ke atas akan tantrum politik dan benci dengan lawan politik terpilih. Menurutnya, demokrasi di Indonesia bisa berjalan dengan baik, maka pendidikan masyarakat harus ditingkatkan.
"Rata-rata lama sekolah masyarakat kita hanya ada di kisaran 7,2 tahun atau bisa dibilang tidak lulus SMP. Maka pendidikan politik itu penting dan harus meluas ke seluruh kelompok," katanya.
Dahnil juga membahas mengenai bagaimana pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan dalam berpolitik. Menurutnya, Mbah Dahlan selalu bersikap kooperatif. Beberapa peneliti juga menyebut sikap ini sebagai rival politik atau di era sekarang disebut dengan mitra kritis.
"Kalau menurut saya, politik Mbah Dahlan ini adalah politik yang alokatif, tidak misuh ke Belanda secara terbuka, tapi terus meningkatkan akselerasi sosial dan dakwah melalui Muhammadiyah," katanya.
Saat ini, dikatakannya, bahwa politik telah dikuasai oleh mereka yang memiliki darah politik atau oleh mereka yang memiliki uang yang banyak. Meski begitu, ia juga memberikan cara untuk menghadapinya, yakni dengan politik gotong royong.
Sementara itu, Direktur Eksekutif DEEP Indonesia, Neni Nurhayati M.Ikom., menjelaskan tentang peran anak muda dan harapan demokrasi Indonesia di masa depan.
Menurut data, indeks demokrasi Indonesia masih pada taraf demokrasi yang cacat. Neni juga mengatakan, 57% anak muda di bawah usia 40 tahun yang masuk di DPR terindikasi memiliki hubungan dengan politik dinasti, kekerabatan, dan oligarki.
Baca juga: Diskusi di FISIP Unair, Sadad: Kampus Tempat Terbaik Jaring Calon Pemimpin
"Indikasi ini juga menutup ruang anak-anak muda untuk bisa masuk sistem. Mungkin ada beberapa yang punya modal sosial, tapi sayangnya tidak memiliki modal kapital. Ini tentu mempersulit anak-anak muda untuk berkecimpung," katanya.
Lebih lanjut, reformasi politik yang digaungkan oleh partai politik juga sukar untuk dilakukan. Hal ini melihat beberapa partai politik yang tidak melakukan reformasi partai dengan menjadi ketua partai bertahun-tahun.
Salah satu peran anak muda yang bisa dilakukan dalam menghadapi hal ini adalah dengan merebut narasi publik yang masih kosong, termasuk narasi-narasi yang ada di media sosial.
"Perubahan besar tidak akan terjadi jika tidak dimulai dengan perubahan-perubahan kecil. Kita harus saling bahu membahu dan berkolaborasi," tegasnya.
Hal menarik juga disampaikan Cendekiawan Muhammadiyah Prof. Dr. Zuly Qodir, M.Ag. Ia menyoroti pentingnya sosial kapital dalam memperkuat harmoni demokrasi pasca pemilu.
Menurutnya, masyarakat Indonesia memiliki kekuatan sosial yang dapat digunakan untuk mengatasi tantangan sosial.
Baca juga: Peringati HPN, Jurnalis Pemprov Jatim Bedah Tiga Tahun Kinerja Khofifah-Emil
Dalam konteks politik, ia menekankan bahwa pemilihan kandidat seharusnya didasarkan pada nurani individu, bukan sekadar aliran atau janji manis semata.
"Peran anak muda menjadi kunci dalam menggalang perubahan menuju demokrasi yang lebih baik. Mereka perlu memiliki modal sosial yang kuat, termasuk saling percaya dan bekerja sama untuk membangun harmoni dalam kehidupan berdemokrasi," ujarnya.
Keterlibatan anak muda dalam struktur politik juga menjadi esensial dengan memberikan perhatian dan empati kepada pemimpin. Terlebih, hal ini juga berfokus pada reformasi sistem pendidikan.
Di sisi lain, Wakil Rektor V UMM Prof. Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si. mengapresiasi tema diskusi yang dianggap menarik dan berada pada momen yang tepat karena Indonesia baru saja melaksanakan pesta demokrasi. Ia juga mengutip pernyataan beberapa politikus tentang keadaan demokrasi Indonesia.
"Ada politikus yang bilang bahwa politik Indonesia itu unpredictable. Ada juga yang bilang bahwa demokrasi di Indonesia masih berada di tataran perut dan belum dewasa. Apakah benar demikian? Mungkin nanti akan ada penjelasan menarik dari para pemateri. Semoga kita juga termasuk masyarakat yang dewasa dalam berdemokrasi," pungkasnya.