jatimnow.com - Pembangunan ekonomi konvensional menjadi bahan diskusi antara senator terpilih Lia Istifhama bersama Kepala Dinas Kehutanan Jatim Jumadi.
Eksploitasi hutan secara besar-besaran untuk sektor industri dirasa akan semakin mengikis produksi oksigen serta merusak suhu udara global, belum keseimbangan alam.
Sehingga, pola growth and green dalam perencanaan jangka panjang bakal menjadi fokus Dinas Kehutanan Jatim untuk mempertahankan ekosistem area hijau.
Baca juga: Pj Wali Kota Malang Iwan Kurniawan Dukung Perkembangan Gim Lokal Lewat MCC
"Tantangan kita ke depan adalah menjaga keseimbangan growth vs green dalam menjaga kawasan hutan di Jatim yang luasnya tidak sampai 30%" kata Jumadi, Rabu (24/7/2024).
Growth and green yang ia maksud adalah memetakan lokasi-lokasi mana saja yang dikembangkan sebagai industri dan zona hijau. Growth sebagai kawasan industri/ekonomi, dan Green sebagai kawasan hijau yang mutlak untuk dieksploitasi.
Kata Jumadi, luas hutan di Jatim memiliki luas hingga jutaan hektar. Namun, Pemprov Jatim hanya memiliki kewenangan tak sampai 30 persen. Hal ini cukup membuat repot saat pemerintah pusat meminta adanya pembebasan lahan di kawasan miliknya.
Meskipun, kata dia, ekploitasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan warga dengan membangun bendung, waduk, hingga jalan tol Probowangi, yang lokasi persis di tengah hutan.
"Maka jumlah 28,35% tersebut tentu akan dikurangi lagi. jadi disini muncul tantangan bagaimana pemaksimalan kawasan hutan di tengah pertumbuhan kawasan ekonomi," jelas dia.
Padahal, jika dalam amanat Undang-undang, disebutkan bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 % dari luas daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.
Baca juga: SIG Raih 3 Penghargaan SPEx2 Award, Terapkan Keberlanjutan Berbagai Aspek
"Saya kemarin sudah koordinasi dengan pak Dirjen (Kementerian LHK) untuk meminta tambahan 1.190 ha agar bisa menjadi 30%. Tantangan kita disitu karena Jatim ini termasuk provinsi industri, manufacture-nya di angka 34% dan transformasi ini sudah terjadi 20 tahun yang lalu dari pertanian ke industri. Dulu pertanian sampai 20% sekarang tinggal 11%, trend-nya di angka 18% dan penduduknya tumbuh 0,76%," jelas dia.
Ia khawatir, eksploitasi hutan secara terus menerus dapat menggoyahkan stabilitas pangan, bahkan sampai alam. Karena ketersediaan zona hijau yang terus berkurang setiap tahunnya.
"Kawasan pertanian sudah banyak berubah menjadi industri dan pastinya nanti akan merambah ke kawasan hutan. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan produksi padi yang masih tinggi, ini harus diperhatikan serius dan kehutanan sosial dengan sistem agroforestry menjadi solusinya," tegasnya.
Di tempat sama, senator terpilih Lia Istifhama progres peningkatan ekonomi memang tengah dilakukam oleh pemerintah pusat. Bahkan, serentak menjadi program kerja masing-masing daerah.
Baca juga: Cara HCML Kenalkan Operasi Hulu Migas ke Masyarakat Luas
Menurut dia, eksploitasi hutan secara berlebih juga cukup berbahaya. Ia mendukung Pemprov Jatim, dalam hal ini Dinas Kehutanan Jatim untuk tetap menjaga area hijau ini tetap terkendali, sesuai amanat undang-undang. Karena selain menimbulkan dampak yang negatif, khawatirnya juga mengganggu ekosistem pangan.
"Namun keniscayaan pula bahwa jika kita tidak memiliki kesadaran bahwa alam ini harus terjaga karena ini terkait situasi jangka panjang," ucap Lia.
Ia menyarankan, pemerintah pusat membuat rumusan tentang pengelolaan alam dan peningkatan industri ini menjadi rumusan utama dalam menentukan kebijakan umum. Agar, kelestarian alam bisa lebih panjang.
"Jika long term planned atau rencana jangka panjang selalu mempertimbangkan aspek alam, maka Insyaallah negeri ini selalu menjadi negeri indah, aman, dan nyaman untuk anak cucu kita kelak. Salah satu bentuknya adalah terus melestarikan sedekah oksigen yang sudah diinisiasi Bu Khofifah,” tandasnya.