jatimnow.com – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) mendorong keterlibatan aktif keluarga dalam membangun lingkungan pendidikan yang ramah dan layak anak. Salah satunya turut hadir mengantar anak-anak mereka ke sekolah pada hari pertama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Tahun Ajaran 2025/2026, hari ini Senin (14/7/2025).
MPLS tahun ini mengusung tema “Sekolahku Rumahku, Guruku Orang Tuaku" yang sejalan dengan visi besar Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA). Tema ini sekaligus menegaskan pentingnya kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan pemerintah dalam proses pendidikan anak.
Menurut Pengurus LPA Jatim, M. Isa Ansori, tema tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya, Dewan Pendidikan, PGRI, pengawas sekolah, serta berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan.
Baca juga: Imigrasi Malang Komitmen Berperan Aktif dalam Evaluasi Kota Layak Anak
“Pendidikan bukan semata urusan sekolah. Ini adalah kerja bersama antara orang tua, guru, dan pemerintah,” kata Isa dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, pada Minggu (13/7/2025).
Ia menegaskan bahwa sekolah harus mampu menjadi rumah kedua bagi anak-anak, tempat mereka merasa aman, diterima, dan diberi ruang tumbuh sebagai individu yang berkarakter.
“Guru bukan sekadar pengajar, melainkan juga orang tua kedua yang memberi keteladanan, perhatian, dan kasih sayang," ujarnya.
Lebih lanjut, Isa menyoroti pentingnya penyelenggaraan MPLS yang edukatif dan humanis. Menurutnya, praktik perpeloncoan harus dihapus total.
“MPLS adalah gerbang awal pendidikan. Bukan ruang tekanan, melainkan pelukan pertama sekolah kepada anak-anak,” tegasnya.
Ia juga menekankan relevansi filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang selama ini menjadi pijakan arah kebijakan pendidikan di Surabaya. Nilai-nilai seperti Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani dinilai masih sangat kontekstual untuk diterapkan dalam sistem pendidikan modern.
Baca juga: 3 Kasus Kekerasan Anak Terjadi di Surabaya dalam Sebulan, Layak Predikat KLA?
“Pendidikan harus menginspirasi dari depan, membangun semangat dari tengah, dan mendorong kemandirian dari belakang. Ini adalah prinsip emas yang tidak boleh hilang,” tuturnya.
Isa juga menilai bahwa Kota Surabaya telah mulai menerapkan pendekatan mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning, yang tidak hanya mencerdaskan intelektual anak, tetapi juga membentuk hati dan karakter mereka.
Untuk memperkuat sinergi antara rumah dan sekolah, Isa mendorong Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi agar menerbitkan kebijakan khusus yang memberi keleluasaan kepada para orang tua, baik ASN, karyawan swasta, maupun pelaku UMKM untuk bisa mengantar anak-anak mereka di hari pertama MPLS.
“Kalau perlu, atur jam kerja instansi pemerintah dan swasta dimulai pukul 09.00 WIB pada hari itu. Ini akan menjadi simbol kuat bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama,” tegasnya.
Menurutnya, kehadiran orang tua di hari pertama sekolah memiliki dampak psikologis yang besar.
Baca juga: Hari Anak Sedunia, Gubernur Khofifah Pertanyakan Hak Perlindungan Anak-anak Palestina
“Ini bukan soal absensi, tapi soal membangun ikatan emosional antara anak dan sekolah. Ini tentang menunjukkan bahwa anak-anak adalah prioritas utama di Surabaya,” tambahnya.
Isa berharap, dengan kebijakan yang mendukung partisipasi orang tua, Surabaya bisa mewujudkan predikat Kota Layak Anak bukan hanya sebagai status administratif, tetapi sebagai realitas yang hadir dalam setiap aspek kehidupan anak.
“MPLS adalah panggung pertama. Tempat anak-anak disambut dengan cinta, bukan dengan tekanan. Di sanalah awal dari pendidikan yang memanusiakan,” pungkasnya.
Reporter: Fatkur Rizki