jatimnow.com-Pengibaran bendera One Piece menjelang perinatan HUT Kemerdekaan RI ke 80 di sejumlah daerah menjadi topik pembicaraan banyak pihak. Akademisi Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember menilai pengibaran bendera terebut merupakan bentuk perlawanan dari Gen Z. Simbol dari anime Jepang itu dipakai sebagian anak muda untuk menyuarakan kritik sosial.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, Ahmad Sirajuddi, menilai tren ini merupakan bagian dari pola komunikasi politik generasi Z yang lekat dengan budaya populer.
“Generasi Z lebih mudah terhubung dengan simbol-simbol pop culture untuk menyampaikan pesan politiknya,” katanya, Rabu (13/8/2025).
Baca juga: Ekonom Universitas Jember Minta Pertamina Waspadai Penyimpangan Distribusi Solar
Menurutnya, dalam tiga tahun terakhir, berbagai gerakan protes di Indonesia kerap dibalut simbol visual. Mulai dari Garuda biru, Garuda hitam, hingga salam Wakanda Forever.
“Setiap simbol punya makna emosional yang menguatkan rasa persatuan antarpendukung gerakan,” jelasnya.
Fenomena serupa juga terjadi di negara lain. Misalnya, topeng Guy Fawkes dalam gerakan Occupy Wall Street atau salam tiga jari di demonstrasi Thailand.
“Bendera One Piece kini punya tafsir baru: kebebasan, keterbukaan, dan perlawanan terhadap ketidakadilan,” terangnya.
Dosen Manajemen Teknologi dan Adopsi Inovasi ini menyebut, teori encoding–decoding Stuart Hall relevan untuk memahami tren ini. Pesan politik dikemas lewat simbol yang akrab di mata target audiens, dalam hal ini anak muda.
Baca juga: Bandara Notohadinegoro Jember Kembali Beroperasi, Catat Jadwalnya
“Dengan cara itu, aspirasi lebih mudah diterima karena dibalut cerita yang mereka sukai,” paparnya. Selain sebagai ekspresi pop culture, simbol-simbol ini juga digunakan untuk menuntut reformasi, antikorupsi, penegakan HAM, dan menolak nepotisme di pemerintahan.
Sirajuddi menyampaikan, semua tuntutan tersebut tetap relevan hingga kini. Bahkan, bendera One Piece dinilai lebih lekat di hati generasi Z dibanding simbol-simbol sebelumnya.
“Penggunaan simbol seperti ini sah secara hukum, selama tidak melanggar aturan atau merendahkan simbol negara,” tegasnya.
Dari perspektif Islam kritik sosial dan politik termasuk bagian dari amar ma’ruf nahi munkar, yakni menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran. Bahkan ia menilai simbol fiksi dapat menjadi bahasa visual yang sarat nilai moral, bila disampaikan dengan bijak dan tanpa memicu perpecahan.
Baca juga: Istri Bupati Jember Pimpin Pramuka, Ini Komitmennya
“Yang penting, niat, metode, dan tujuan penyampaian aspirasi selaras dengan Pancasila, kebinekaan, dan semangat nasionalisme,” tambahnya.
Namun dalam etika, mengibarkan bendera One Piece sejajar dengan Merah Putih, apalagi di satu tiang, dianggap tidak pantas dan melanggar aturan.
“Bendera Merah Putih adalah simbol resmi negara. Tata cara pengibaran sudah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009, bukan persoalan One Piece, tetapi pelanggaran etika pengibaran bendera negara.” pungkasnya.