jatimnow.com - Polemik gaji ke 13 hingga isu pembatasan peliputan membuat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mendapat tekanan. Namun tekanan datang bukan dari luar partainya, justru politisi PDI Perjuangan seniorlah yang paling vokal.
Perseteruan politik antar kader yang dipertontonkan di media dikhawatirkan akan memiliki dampak bagi masa depan partai, terutama di Kota Pahlawan yang merupakan basis PDI Perjuangan atau kandang Banteng ini.
"Menurut saya kok nggak lazim ya. Sesama kader utama saling serang dan sindir, itu bisa kontraproduktif tidak hanya untuk kedua kader, tetapi juga bagi PDIP di Surabaya," tegas Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, Sabtu (13/10/2018).
Baca juga: PDIP Jatim Target Paslon Risma - Gus Hans Menang 60 Persen di Trenggalek
Ia menduga, terjadinya perseteruan sesama kader itu menunjukkan adanya kebuntuan komunikasi di antara mereka.
Media-media mengulas Ketua Bappilu DPP PDI Perjuangan Bambang DH mempertanyakan gaji ke 13 bagi pegawai Pemkot Surabaya yang belum dibayar. Risma pun memberi jawaban.
Baca Juga:
- Gaji ke 13 Pemkot Surabaya Belum Cair, Risma: Duitnya Gak Ada!
- Pemkot Surabaya Diingatkan untuk Segera Cairkan Gaji ke 13
Sumber: SBOTV Surabaya
Baca juga: DPRD Jatim Terima Kunjungan Siswa SMP, Ini yang Dipelajari
"Jika dicermati memang ada kesan motif men-downgrade Risma lebih nampak, kendati isu yang ditanyakan Pak Bambang juga masuk akal, tetapi sebagai sesama kader utama itu tidak lazim," tuturnya.
Surokim mengatakan, harus diakui tren Risma sebagai pemimpin perempuan relatif bergaung di internal PDI Perjuangan. Juga publik telah melihat kemampuan Risma mengubah Surabaya.
"Efek The Power of Emak-emak perempuan juga bisa berdampak pada peluang kader-kader senior untuk bersaing semakin sengit dan juga menjadi ancaman," katanya.
"Menurut saya, selalu ada motif dan sebab yang tidak tunggal. Apalagi faksi-faksi PDIP juga mulai terlihat untuk merebut panggung sejak awal baik terkait Wali Kota Surabaya maupun kepemimpinan DPD PDIP Jatim," ujarnya.
Baca juga: Korupsi Meningkat, Pengamat Politik: Ini Perlu Dilakukan Ketua DPRD Bangkalan
Peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) ini melihat faksi Risma memang tidak kuat di PDI Perjuangan. Tetapi k, kata dia, sebagai sesama pemimpin perempuan, Mega dan Risma memiliki kemiripan dan chemistry.
"Khususnya menyangkut keteguhan prinsip yang diyakini dan gaya memimpin tentu itu diwaspadai banyak pihak yang menganggap Bu Risma sebagai rival dan pesaing potensial," terangnya.
Ia berharap, polemik antara Risma dan Bambang DH itu tidak semakin vulgar dipertontonkan ke publik karena dikhawatirkan bisa mempengaruhi citra PDI Perjuangan pada Pemilu 2019.
"Karena akan memberi insentif negatif tidak hanya bagi keduanya, tetapi juga bagi PDIP menghadapi pileg (pemilu legislatif) 2019," jelasnya.