jatimnow.com - Tak banyak polisi yang memilih jalan hidup seperti Ipda Rochmat Tri Marwoto. Bagaimana tidak, dari berpangkat Bripda, Rochmat rela mengasuh, merawat dan membesarkan puluhan anak yatim, maupun anak tidak mampu di rumahnya, dari 2007 hingga kini.
Padahal, rumah Ipda Rochmat yang ada di Dusun Jati, Desa Klagenserut, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun tidak bisa dibilang besar. Hanya terdiri dari ruang tamu, ruang tengah dan memiliki tiga kamar.
"Dari 2007 sampai akhir September lalu anak-anak masih hidup satu atap dengan saya. Tapi sekarang saya buatkan asrama. Biar lebih luas," kata Ipda Rochmat mengawali perbincangan dengan jatimnow.com, Rabu (17/10/2018).
Baca juga: Sinopsis My Name: Penghianatan Hye-jin pada Kepolisian
Tentu tak bisa dibayangkan bagaimana suasana di sana? Apalagi, jumlah anak asuh Ipda Rochmat pada saat itu ada 79 anak.
Saat ini yang ikut dirinya hanya 20 orang, ditambah 1 anak kandungnya. Sedangkan 58 anak lainnya telah dewasa, ada yang sudah menikah maupun kuliah.
Walau demikian, kehidupan Ipda Rochmat sama seperti keluarga lainnya. Mereka hidup rukun, layaknya sebuah keluarga besar.
Tak ada perbedaan apapun. Keluarga besar ini bahkan makan dengan menu yang sama. Jika Ipda Rochmat makan tempe, anak asuhnya juga makan tempe. Jika makan ayam, semua juga makan ayam. Semua hidup layak, sejajar tidak ada perbedaan.
Ia pun memberikan perlakuan yang sama ketika ada persoalan dengan para anak asuhnya.
Semisal ada yang berantem dengan pacarnya atau juga saat ada yang berselisih paham karena rebutan wanita. "Kita perlakukan sama, seperti anak pada umumnya," terangnya.
Begitupun dengan urusan uang saku. Semua sama rata. "SMP dan SMA sepekan kami beri Rp 30 ribu. Uang bensin Rp 20 ribu. Untuk TK semintanya si anak," katanya.
Ipda Rochmat bercerita, semua aktivitas itu bermula pada 2007 lalu. Ketika itu dirinya masih berpangkat Bripda.
Anggota Polri ini bertemu seorang anak broken home di Pacitan. Anak itu ikut dengan neneknya yang secara ekonomi tidak berkecukupan.
Pertemuan Ipda Rochmat dengan anak perempuan itu terjadi ketika ia mengunjungi rumah sahabatnya.
"Saya ambil, saya sekolahkan di SD sampai lulus kuliah. Dan alhamdulillah lulus. Dari situ, banyak anak yang kemudian saya asuh," jelas pria kelahiran Madiun ini.
Walau demikian, Ipda Rochmat izin terlebih dulu dengan istri dan anaknya. Sejak itu pula anak asuh Ipda Rochmat terus bertambah. Ada saja momen dimana dia bertemu anak asuhnya.
Baca juga: Sinopsis My Name: Langkah Awal Ji Woo Tercapai, Penyamaran Dimulai
Terakhir, anak berumur 1 hari langsung diasuh saat dirinya sekolah perwira. Ia menceritakan, ada tenaga kerja wanita (TKW) yang tiba-tiba mengirim pesan ke akun facebooknya.
TKW tersebut meminta Rochmat untuk mengasuh bayi yang dikandungnya. "Ya saya terima. Saya langsung menghubungi istri yang di rumah, untuk menerima jika ada yang mengantarkan bayi" ujarnya.
Dan memang benar, beberapa bulan kemudian ada orang yang mengantar bayi. Tapi yang mengantarkan bukan ibu kandungnya, bukan pula keluarga dari anak tersebut.
"Ya saya terima. Dan saya kasih nama Asyifa Ghumaisyah Arrozi. Saya asuh sama dengan yang lain," urainya.
Yang juga unik adalah pertanyaan Ipda Rochmat kepada mereka yang akan ia asuh. Ia selalu menanyakan: Pilih sate atau ketela?
"Semua bisa menikmati sate, tapi harus usaha. Harus mau menyembelih, membersihkan. Tidak seperti ketela rebus yang tinggal ambil," katanya.
Ipda Rochmat menjelaskan, sate atau ketela merupakan doktrin yang berarti untuk mencapai sesuatu itu tidak mudah. Jika memilih ketela rebus sangat mudah.
Baca juga: Polisi di Jember Sukses Budidaya Anggur Eropa, Setahun Beromzet Puluhan Juta
Begitu juga, untuk bisa mendapatkan kehidupan yang layak setelah ditinggal orang tua. Semua bisa dicapai dengan mau usaha, doa dan belajar.
Ipda Rochmat baru saja lulus sekolah perwira. Saat sekolah dirinya tetap membiayai anak-anaknya.
"Kan dapurnya jadi mbak. Ya akhirnya saya harus berpikir bagaimana bisa tercukupi semua," katanya.
Untuk mencukupi kebutuhan itu, ia berhutang ke bank, lalu hasilnya dibelikan kebun jagung, kebun cengkeh, kebun jahe.
Kebunnya berbuah, mulai jagung, jahe, cengkeh, durian. "Jika panen, semua dijual. Kemudian uangnya untuk menghidupi anak asuh saya. Untuk kebutuhan beras saya juga beli gabah. Baru saya giling sendiri," tambahnya.
Usaha lain, lanjut dia, membuka kios buah, kios-kios perancangan. Dimana, jika pagi hari dijaga istrinya, Hilmiya. Siang dan sore gantian dijaga anak asuhnya.