Pixel Code jatimnow.com

Komisi D DPRD Jember Tawarkan Solusi Antisipasi Pemberhentian Massal Honorer

Pemerintahan 7 jam yang lalu
Anggota Komisi D DPRD Jember Alfian Andri Wijaya. (Foto: Medsos Alfian)
Anggota Komisi D DPRD Jember Alfian Andri Wijaya. (Foto: Medsos Alfian)

jatimnow.com - Komisi D DPRD Jember menawarkan solusi agar honorer atau non-ASN tetap bisa dipertahankan dan aktif bekerja di instansi Pemerintah Kabupaten Jember. Apa itu?

Anggota Komisi D DPRD Jember, Alfian Andri Wijaya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/1/2025), menyatakan solusi ini bagi pegawai non-ASN yang terdaftar di pangkalan data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan tidak lolos seleksi perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebelumnya, yang diadakan Pemkab Jember.

Status kepegawaian dapat ditetapkan sebagai PPPK paruh waktu, dengan penganggaran nomenklatur belanja jasa. Pertimbangannya belanja pegawai mencapai angka maksimal 31 persen, dan setelah dipelajari dari hasil studi banding ke DPRD Kota Yogyakarta dan Kota Surabaya,

"Namun tetap menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Ini solusi menghindari aturan pusat, yang membatasi belanja pegawai semua daerah maksimal 30 persen saja," ungkap Afian.

Solusi ini, lanjut dia, sesuai SE MenPAN-RB tertanggal 12 Desember 2024 perihal penganggaran gaji bagi pegawai non-ASN dengan beberapa poin.

a. Tetap menganggarkan gaji bagi pegawai non-ASN yang sedang mengikuti proses seleksi hingga diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara.
b. Apabila jumlah pegawai non-ASN yang telah mengikuti seluruh tahapan seleksi melebihi jumlah penetapan kebutuhan, pegawai non-ASN dapat diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu, sehingga anggaran PPPK Paruh Waktu tersebut tetap disediakan.
c. Bagi tenaga non-ASN sebagaimana dimaksud pada angka 4 (empat) huruf b, penganggarannya disediakan di luar belanja pegawai.

"Poin C ini memberikan peluang pemerintah daerah, untuk menggunakan nomenklatur belanja jasa. Dua kota itu (Yogjakarta dan Surabaya) bertahun-tahun belanja pegawai diposkan di belanja jasa dan tudak ada teguran BPK," ungkap Alfian.

Namun, para honorer non-ASN ini tidak akan menerima Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) karena keterbatasan anggaran. Dengan ini, menurut Alfian, busa memberikan kepastian bagi tenaga honorer.

"Meskipun berstatus pegawai paruh waktu, mereka tetap memiliki hak yang sama dalam pengakuan sebagai bagian dari sistem kepegawaian. Untuk jumlahnya mengikuti kemampuan keuangan daerah," ungkapnya.