Pixel Code jatimnow.com

Fenomena "Rojali" Ketika Hiburan Berbiaya Nol Menggerus Pendapatan UMKM

Viral 12 jam yang lalu
Salah satu kafe di mall Surabaya. Foto: Ali Masduki/JatimNow.com
Salah satu kafe di mall Surabaya. Foto: Ali Masduki/JatimNow.com

jatimnow.com - Baru-baru ini, jagat maya dihebohkan oleh istilah "Rojali," akronim dari "Rombongan Jarang Beli."

Dilansir dari berbagai sumber, istilah Rojali mengacu pada kelompok individu yang mengunjungi pusat perbelanjaan, kafe, atau restoran dalam jumlah ramai, namun minim, bahkan tanpa transaksi pembelian.

Mereka memanfaatkan fasilitas umum seperti koneksi internet gratis, pendingin ruangan, dan area tempat duduk, semata untuk bersantai, berfoto, atau sekadar menghabiskan waktu.

Fenomena ini, meskipun tampak sepele, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), khususnya di sektor kuliner.

Biaya operasional tetap berjalan. Listrik, internet, hingga perawatan, namun pemasukan dari transaksi jual beli tidak sebanding.

Kondisi tersebut tentu berpotensi menghambat pertumbuhan, bahkan mengancam keberlangsungan bisnis mereka yang sangat bergantung pada pendapatan harian.

Kehadiran "Rojali" bukan sekadar masalah kenyamanan. Lebih dari itu, ini merupakan isu ekonomi yang perlu mendapat perhatian.

Penggunaan fasilitas tanpa transaksi pembelian secara langsung membebani pemilik usaha.

Bayangkan, biaya operasional yang terus meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan yang memadai.

Bagi UMKM, yang seringkali beroperasi dengan margin keuntungan tipis, hal ini dapat menjadi pukulan telak.

Munculnya tren "Rojali" tak lepas dari konteks sosial ekonomi. Di tengah tekanan ekonomi yang semakin terasa, terutama di kota-kota besar, banyak individu mencari alternatif hiburan berbiaya rendah, bahkan nol rupiah.

Tempat umum seperti mal dan kafe menjadi pilihan yang menarik untuk bersantai, berinteraksi sosial, atau sekadar "me-time."

Namun, penting untuk diingat bahwa fasilitas-fasilitas tersebut bukanlah barang gratis. Di baliknya terdapat biaya operasional yang ditanggung oleh pemilik usaha.

Oleh karena itu, diperlukan kesadaran kolektif untuk menghargai usaha mereka.

Solusi atas fenomena "Rojali" bukanlah larangan berkunjung ke tempat umum. Lebih dari itu, ini tentang membangun kesadaran bersama.

Para pengunjung diharapkan dapat lebih bijak dalam memanfaatkan fasilitas yang disediakan.

Sebuah pembelian kecil untuk konsumsi, misalnya secangkir kopi atau sepotong kue, dapat memberikan kontribusi nyata bagi keberlangsungan usaha UMKM.

Langkah-langkah sederhana seperti ini, meskipun terlihat sepele, dapat membuat perbedaan besar bagi para pelaku usaha.

Dengan mendukung bisnis lokal, kita turut berkontribusi dalam menjaga keberlangsungan perekonomian dan menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkelanjutan.

Mari kita jadikan "Rojali" sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab kita sebagai konsumen.