Pixel Code jatimnow.com

Buku Tambo Girisik Resmi Diluncurkan di Malam Puncak Literatutur 2025

Time Out 4 jam yang lalu
Peluncuran buku Tambo Girisik di acara "Malam Puncak Literatutur 2025" yang diselenggarakan Yayasan Gang Sebelah di halaman Sualoka Hub, Kampung Kemasan, Gresik. (Foto: Sahlul Fahmi/jatimnow.com)
Peluncuran buku Tambo Girisik di acara "Malam Puncak Literatutur 2025" yang diselenggarakan Yayasan Gang Sebelah di halaman Sualoka Hub, Kampung Kemasan, Gresik. (Foto: Sahlul Fahmi/jatimnow.com)

jatimnow.com - Peluncuran buku Tambo Girisik digelar dalam acara Malam Puncak Literatutur 2025 yang diselenggarakan Yayasan Gang Sebelah di halaman Sualoka Hub, Kampung Kemasan, Jalan Nyai Ageng Arem-arem, Kelurahan Pekelingan, Kecamatan/Kabupaten Gresik, Sabtu (25/10/2025) malam WIB. Acara berlangsung meriah.

Kegiatan tersebut dihadiri sastrawan, seniman, budayawan, penulis, akademisi, dan para pegiat literasi. Selama acara, hadirin disuguhkan penampilan musikalisasi puisi, pembacaan cerpen, diskusi publik, hingga testimoni serta peluncuran buku kumpulan cerpen berjudul Tambo Girisik.

Ketua Yayasan Gang Sebelah, Hidayatul Nikmah, menjelaskan bahwa “Tambo” memiliki makna hikayat, sedangkan “Girisik” merujuk pada Gresik. Buku ini berupaya memotret Gresik bukan hanya dari sudut pandang warga lokal, tetapi juga dari perspektif para penulis luar daerah.

Peluncuran buku tersebut menjadi puncak dari rangkaian kegiatan residensi literatutur yang telah dilaksanakan pada 19–21 September 2025. Dari seleksi penulis tingkat nasional, terpilih sepuluh nama yang kemudian diundang ke Gresik dan menghasilkan sepuluh cerpen yang dibukukan dalam Tambo Girisik.

“Kami membuka seleksi bagi penulis dari seluruh Indonesia, lalu memilih sepuluh peserta. Kami ajak mereka ke kawasan situs Giri Kedaton,” ujar Hidayatul.

Ia menambahkan, kunjungan ke situs Giri Kedaton tersebut menghasilkan tulisan yang mengangkat hikayat dan sejarah kawasan itu. Selain situs sejarah, peserta juga diajak melihat potensi budaya Gresik untuk kemudian ditulis dari sudut pandang masing-masing.

“Salah satu isinya dibacakan dalam pentas pembacaan cerpen oleh Lusia Priandarini, sebagai pembuka,” jelasnya.

Pembina Yayasan Gang Sebelah, Dewi Musdalifah, mengatakan bahwa residensi tersebut merupakan upaya memandang Gresik melalui “mata orang lain”.

“Mungkin bagi warga Gresik sendiri, kota ini terlihat biasa dan rumit. Tapi lewat perspektif orang luar, kita diajak melihat Gresik secara jujur. Harapannya, kecintaan terhadap kota ini bisa tumbuh kembali,” ujar Dewi.

Dewi berharap residensi ini terus berlanjut setiap tahun, termasuk menghadirkan lebih banyak penulis dari berbagai daerah dengan konsep berbeda.

“Titik fokusnya adalah Gresik sebagai tuan rumah bagi siapa saja. Itu semangat gerakan budaya dan seni Yayasan Gang Sebelah,” tegasnya.

Salah satu peserta residensi, Rosul Jaya Raya, mengaku terkesima dengan Gresik. Ia menyebut bayangannya selama ini berbeda dengan realitas yang ditemuinya.

“Saya kira Gresik hanya kota industri, urban, dan kota santri. Tapi setelah tiga hari ikut kegiatan ini, saya melihat Gresik memiliki potensi sejarah dan kebudayaan luar biasa, bahkan menjadi pusat peradaban Islam melalui Wali Songo,” tutur Rosul.

Sementara peserta lain, Eka Aprilia R dari Wringinanom, juga merasakan pengalaman serupa.

“Karena tinggal di perbatasan, saya justru kurang tahu tentang Gresik. Lewat kegiatan ini saya jadi jatuh cinta pada kota sendiri,” ungkapnya.

Acara ditutup dengan diskusi publik bersama tiga narasumber: Ketua Dewan Kebudayaan Gresik, Irfan Akbar Prawiro; pemerhati budaya, Zimam; serta budayawan Nur Faqih, dengan moderator akademisi Raleva Febrina.