jatimnow.com – Tri Dharma Perguruan Tinggi yang harus dilakukan dosen salah satunya adalah meneliti. Dengan meneliti, tidak sedikit dosen yang kemudian membuat penemuan atau inovasi baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Namun, inovasi baru tersebut tidak dengan mudah bisa menjadi milik sang peneliti hanya dengan bukti jurnal atau artikel ilmiah. Dalam workshop bertema “Menjawab Tantangan Penelitian Dosen” yang diadakan oleh Universitas Narotama, Rabu (12/12/2018), dijelaskan seberapa penting perlindungan kekayaan intelektual berupa hak paten bagi produk penelitian dosen.
Felix Pasila, sebagai narasumber menguraikan hal tersebut. “Sebelum melakukan penelitian atas suatu ide, ada baiknya dosen memeriksa apakah ide tersebut sudah ada yang memiliki dengan hak paten. Jika belum, maka lakukan penelitian tersebut setelah mendaftarkan hak paten atas ide tersebut,” jelasnya.
Baca juga: Mahasiswa Unair Ikhlas Temukan Senyawa Obat Cegah Sel Kanker
Hak kekayaan intelektual bukan hanya hak paten, tapi juga bisa berusaha rahasia dagang, desain tata letak sirkuit terpadu, hak cipta, merek, desain industri, dan perlindungan varietas tanaman.
Misalnya, ia mencontohkan, pada 1937 Joseph Friedman menemukan ide sedotan yang memiliki bagian yang dapat ditekuk setelah melihat anaknya kesulitan saat sedang minum milkshake, yang kemudian ia patenkan sebagai penemuan miliknya.
“Beberapa faktor yang menentukan suatu ide itu bisa dipatenkan antara lain adalah kebaruannya, kemudian langkah inventifnya, dan apakah ide tersebut dapat diterapkan di industri,” lanjutnya.
Dampak perlindungan kekayaan intelektual ini sangat besar pada produk penelitian dosen. Antara lain adalah sebagai insentif bagi investasi dalam berinovasi, sebagai akses dana bagi inventor, bisa juga sebagai akses pengetahuan dan invensi.
Baca juga: Lemlit Unitomo Gelar Klinik Proposal Hibah Penelitian DRTPM 2024
“Serta sebagai sarana daya kompetisi internasional dan perdagangan, dan sebagai penyebar informasi dan sumber inspirasi untuk lahirnya karya-karya baru,” tutur Felix.
Namun, banyak juga penemuan atau invensi yang gagal dan mengalami penolakan saat pendaftaran hak paten. “Biasanya karena proses atau produk tersebut bertentangan dengan hukum, moralitas agama, ketertiban umum, dan kesusilaan. Bisa juga karena ide itu berkenaan dengan metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan hewan atau manusia,” katanya.
Selain itu ada pula ide berupa teori dan metode bidang ilmu pengetahuan dan matematika, atau invensi biologis yang esensial untuk produksi tanaman/hewan yang kemudian ditolak hak patennya.
Baca juga: Mahasiswa IPB Ditemukan Meninggal Saat Penelitian di Pulau Sempu Kabupaten Malang
“Pendaftaran hingga mendapatkan sertifikat hak paten ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dari awal pendaftaran kira-kira membutuhkan waktu sekitar 5 tahun. Maka dari itu harus dilakukan dengan serius sejak ide tersebut akan didaftarkan,” tutupnya.