jatimnow.com - Pengamat komunikasi politik asal Universitas Airlangga Suko Widodo menilai popularitas bukan menjadi jaminan terpilih meneruskan Tri Rismaharini pada Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya 2020.
"Pemilih sekarang tak mudah dipengaruhi oleh popularitas seseorang, artinya popularitas bukanlah jaminan akan terpilih," ujarnya kepada Antara, Senin (14/1/2019).
Menurut dia, salah satu faktor pemilih menentukan pilihannya yaitu rekam jejak sebagai sumber utama rujukan, baik dari kepribadian maupun karyanya.
Baca juga: Machfud Arifin Ikhlas dan Doakan Eri Cahyadi-Armudji
Sukowi, sapaan akrabnya, berpendapat sepanjang calon wali kota memiliki bukti nyata atas karya yang bisa dirasakan publik maka akan sangat berpeluang terpilih.
"Tak peduli dari mana berasal, apakah dari politisi, birokrat, pengusaha, akademisi atau apapun," tegas dosen komunikasi politik Fisip Unair tersebut.
Di sisi lain, meski Pilwali Surabaya digelar tahun depan, tapi kriteria calon sudah mulai bermunculan, salah satunya adalah isu kepemimpinan milenial.
Sukowi menjelaskan, ada banyak kekeliruan dalam memandang kepemimpinan milenial, yaitu menyebut seorang pemimpin muda, padahal merupakan sesuatu yang sangat berbeda.
Baca juga: Kuasa Hukum MAJU Sayangkan Dana Kampanye Erji Nol Rupiah Tak Ditindak
Dalam era disruption seperti sekarang, kata dia, mengharuskan manajemen pengelolaan yang tidak meninggalkan aspek historikal dan menggabungkannya dengan masa depan.
"Jadi kemepimpinan milenial itu meminta adanya penguasaan pengalaman kesejarahan dan membawanya ke prospek masa depan, katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, pemimpin milenial untuk Kota Surabaya ke depan harus punya pengalaman dengan disertai bukti.
Sementara itu, setahun menjelang masa berakhirnya Tri Rismaharini sebagai Wali Kota Surabaya, bermunculan sejumlah nama yang diwacanakan tepat menjadi orang nomor satu di Kota Surabaya.
Baca juga: Kuasa Hukum MAJU Sebut Keterlibatan Risma Telah Terungkap dalam Sidang
Ahmad Dhani sebelumnya disebut menjadi yang terpopuler di antara nama-nama lainnya. Popularitas pentolan grup band Dewa 19 ini meraih 79.4 persen.
Demikian survei yang dirilis oleh Surabaya Survey Center (SSC) ini berdasarkan pada survei yang dilaksanakan mmulai 20-31 Desember 2018 di 31 Kecamatan di Kota Surabaya.
Riset yang dilakukan menggunakan 1000 responden melalui teknik stratified multistage random sampling dengan margin of error kurang lebih sebanyak 3.1 persen dan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Menurut SSC, posisi kedua dan ketiga diduduki oleh Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana serta Puti Guntur Soekarno.
"Secara berurutan, masing-masing mendapatkan 51.2 persen dan 60.7 persen," jelasnya peneliti senior SSC, Surokim Abdussalam saat merilis hasil riset, Rabu (9/1/2019)
Untuk posisi keempat dan kelima, menjadi milik Adies Kadir dan Arzeti Bilbina. "Masing-masing mendapatkan 35.2 persen dan 31.2 persen," tambah Rokim.
Di kisaran popularitas angka 20-an persen, Rokim memjabarkan ada beberapa nama yang masuk di lingkaran itu. Diantaranya adalah tokoh PDIP Surabaya Saleh Ismail Mukadar dan Bayu Airlangga, menantu Gubernur Soekarwo.
"Tertinggi Fandi Utomo dengan 26.8 persen. Lalu berurutan diikuti oleh Armuji dan Bayu Airlangga serta Saleh Ismail Mukadar dengan 26.6 persen, Anwar Sadad dengan 24.7 persen, Azrul Ananda 20.5 persen, Masfuk 21.5 persen," ujar Rokim.
Untuk kisaran popularitas di 10-an persen, Rokim juga mengungkapkan jika ada beberapa nama pula. Sebut saja diantara mereka adalah Suko Widodo dan Dyah Katarina.
Tertinggi adalah Mantan Kapolda Jatim Irjen Pol (Purn) Machfud Arifin dengan perolehan 19 persen. Disusul Halim Iskandar dan Sri Untari dengan 18.8 persen, Suko Widodo dengan 12.5 persen.
Kemudian Sekretaris Partai Demokrat Jatim Renville Antonio dengan 14 persen, Sekkota Surabaya Hendro Gunawan dengan 15.2 persen, M. Habibur Rahman dengan 14.8 persen, Bupati Ponorogo Ipong Muchlisonni dengan 18.5 persen.
Ketua PKB Surabaya Musyafak Rouf dengan 17.5 persen, M. Abid Umar serta Wabup Trenggalk M. Nur Arifin dengan 13.4 persen, Nurwiyatno dengan 12.5 persen, Agus Maimun dengan 12.9 persen, Dyah Katarina dengan 12.5 persen, Kepala Bappeko Surabaya Eri Cahyadi dengan 13,5 persen.