jatimnow.com - Dewan Penasehat Tim Kampanye Nasional (TKN) untuk Capres-Cawapres Jokowi-KH Ma'ruf Amin, Muhammad Romahurmuziy menyebut KH Ma'ruf Amin sudah memiliki persiapan yang matang untuk menghadapi Debat Pilpres 2019 yang menghadirkan dua cawapres pada 17 Maret.
Rommy menjelaskan, program pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan akan direalisasikan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Program yang sudah on the track itu akan disampaikan dalam Debat Pilpres nanti.
"Sebagai contoh upaya pembukaan lapangan kerja dengan peningkatan kesejahteraan adalah peningkatan plafon penerima Program Keluarga Harapan (PKH). Jika selama ini menerima Rp 1.890.000 per tahun, maka bila Jokowi terpilih akan ditingkatkan menjadi Rp 3.780.000 per KK (kepala keluarga) penerima manfaat per tahunnya. Dan itu sudah mulai terealisasi Februari 2019 kemarin," ungkap Rommy di Blitar, Kamis (14/3/2019).
Baca juga: Unggul Quick Count, Relawan Jokowi di Surabaya Tasyakuran Kemenangan
Selain plafon anggaran, cakupan penerima PKH juga akan ditingkatkan jika Jokowi-Ma'ruf Amin terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Rencananya, penerima PKH akan ditambah 180 persen menjadi 28 juta KK.
Baca juga: Hasil Rekapitulasi TKD Jatim, Jokowi Perkasa di Tapal Kuda
Peningkatan cakupan ini juga akan berlaku bagi penerima KIP. Selain itu, pemerintah akan menaikkan premi untuk menanggulangi defisit BPJS.
"Selama ini pemerintah telah menggunakan anggaran dari DPR yang diberikan kepada bendahara umum negara. Yang pertama untuk meningkatkan plafon PKH dan kedua menutup defisit BPJS kesehatan," beber Rommy yang juga Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Baca juga: Ma'ruf Amin Ajak Pendukungnya 'Putihkan' TPS 17 April 2019
Rommy menambahkan, Jokowi juga sedang memikirkan keberadaan para guru di Indonesia. Menurutnya, jumlah guru di Indonesia berada pada rasio di bawah 1:15, angka yang masuk lima besar jumlah guru terbanyak di Asia Tenggara.
"Artinya satu guru mengajar 15 siswa. Namun jumlah itu termasuk honorer yang dihitung. Masalahnya kemampuan negara untuk mengangkat mereka. Dan itu masih kita lakukan penyisiran agar anggaran negara bisa digunakan untuk mengangkat mereka. Paling tidak masuk P3K, paling minim gajinya disamakan dengan PNS," pungkasnya.